Senin, 20 Juni 2016

Prosa Liris | Kepada Sahabat



Hai sahabat, yang selalu tertangkap dalam lensa mataku adalah kegembiraan.
Telah kurekam tingkah polahmu lewat tawamu yang renyah, celotehmu yang riuh, matamu yang selalu berbinar dan pelangi yang terbentang pada tiap hadirmu hingga siapapun disampingmu menikmati berwarnanya hari.
Aku bukan jenius yang pandai mengkalkulasikan banyaknya masa yang kita lewati bersama karena kau juga pasti sadari banyaknya digit angka tak cukup mendekripsikan saat-saat yang kita jalani.
Aku sadar akan percik sedih yang kau wujudkan dalam rupa candaan dibalik topeng senyummu. Sayangnya kepekaanku yang selalu datang terlambat membuatmu menelan pil pahit itu sendirian.

Ingin sekali kugandeng tanganmu ketika kau menyusuri selaksa uji dari Sang Maha Pemilik Nyawa. Namun apa daya, aku hanya orang yang terkadang tak di sampingmu saat kau berduka, tak mengobati saat kau terluka, juga tak hadir saat kau bahagia.
Sore kemarin awan kelabu menyapa diikuti dengan iring-iringan air yang mulai berjatuhan dari langit; di tempatku, mungkin di tempatmu berbeda. Langit yang sama dengan tempat berpijak yang berbeda. Bumi yang sama, tapi bisa saja kondisi menyamar menjadi tak serupa.
Kau tahu, derasnya membuatku mencium aroma rindu dari tanah basah yang dikecup hujan. Ketika dentingnya bicara perihal perjumpaan, dinginnya berkisah tentang realita yang mematahkan ilusi ruang dan waktu; berupa jarak yang memisahkan.

0 komentar:

Posting Komentar