Kamis, 21 Desember 2017

Feature | Mengenal Budaya Sunda dari Kampung Adat Cireundeu (Bagian 3)

Dua dari unsur kebudayaan diantanya adalah bahasa dan kesenian. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat adan Cireundeu pastinya adalah Bahasa Sunda. Terdapat undak usuk basa (tingkatan bahasa) yang diaplikasikan dalam interaksi sehari-hari. Tingkatan bahasa dari yang paling halus untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua, sampai dengan bahasa yang kasar untuk dipakai kepada hewan.
Aksara Sunda tradisional juga banyak dijumpai di kampung tersebut. meskipun umumnya digunakan aksara latin biasa, tetapi aksara Sunda tradisional tetap dipakai pada situasi tertentu, seperti ditulis pada batu nisan dan pepatah-pepatah. Meski tidak intens digunakan, disana aksara Sunda tetap harus dipelajari, minimal anak-anak mengenal aksara tersebut.
Sebab jika tidak mengenal aksara Sunda, bagaimana masyarakat bisa mengetahui sejarah dan ajaran-ajaran yang ada di tempat tinggalnya. Adapun diantara lebih dari lima puluh model aksara Sunda tradisional, model yang digunakan di kampung adat Cireundeu adalah model cacarakan (hanacaraka).
Dalam bidang kesenian, kupikir seni musik cukup menonjol dalam budaya masyarakat kampung adat Cireundeu. Disana tidak ada istilah menggurui atau mewajibkan generasi mudanya untuk mempelajari kesenian yang ada. Para “senior” hanya

Feature | Mengenal Budaya Sunda dari Kampung Adat Cireundeu (Bagian 2)

Selain tiga ketentuan yang sudah dibahas sebelumnya, masyarakat adat Cireundeu juga memiliki pedonan hidup berupa falsafah-falsafah yang diturunkan dari sesepuh terdahulu. Kita tentunya sering –minimal pernah– mendengar  istilah “silih asah, silih asih, silih asuh” yang identik dengan Orang Sunda.
Istilah terkenal itu nampaknya tidak hanya sebagai ungkapan pemanis tetapi benar-benar diterapkan oleh masyarakat adat Cireundeu. Ungkapan tersebut sarat akan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang melahirkan asas persamaan derajat sehingga tidak ada diskriminasi yang disebabkan oleh strata sosial.
Mereka memandang bahwa semua manusia itu sama. Seluruh ras dan bangsa yang ada di dunia hanya dibedakan oleh lima hal: bahasa, aksara, adat, budaya, dan rupa. Dari segi rupa, contohnya, manusia dibedakan berdasarkan warna kulit.
Uniknya, selain menyimbolkan elemen yang ada di alam, empat kain dengan warna berbeda yang dipasang di langit-langit bale juga menggambarkan

Sabtu, 18 November 2017

Feature | Mengenal Budaya Sunda dari Kampung Adat Cireundeu (Bagian 1)

*numpang eksis ._.v abaikan pose macem anak TK*
Bismillahirrahmanirrahim.
Entah bisa disebut feature atau tidak, yang jelas tulisan ini merupakan hasil dari kunjunganku bersama dengan kawan-kawan kelas B angkatan 2015 jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Bandung ke Kampung Adat Cireundeu pada Kamis, 16 November 2017. Kunjungan tersebut merupakan salah satu tugas dalam mata kuliah Bahasa dan Budaya Sunda. 
Terlepas dari latar belakang beban tugas mata kuliah, pengalaman berkunjung dan berbincang langsung dengan beberapa tokoh dari masyarakat adat tersebut memberikan kesan tersendiri bagi kami –khususnya bagiku– dalam memaknai bagaimana manusia menuhankan Tuhan, manusia yang hidup di alam dunia, dan manusia yang memanusiakan manusia.
Tanpa bermaksud mengunggulkan satu suku di atas beragamnya suku bangsa lain yang ada di Indonesia, aku hanya berusaha menyampaikan kembali pelajaran yang kuperoleh. Sekedar tambahan, aku sendiri berasal dari keluarga Jawa, tapi itu tidak menjadi pembatas bagiku untuk meraup pelajaran dan kebaikan dari mana saja.
Terakhir, tulisan ini mungkin cukup panjang jadi aku akan membaginya dalam tiga bagian. Tanpa basa basi lagi, cuss langsung saja pembahasan...
***
Kampung adat  Cireundeu merupakan salah satu kampung yang berada di Kota Cimahi, Jawa Barat, tepatnya terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan. Sebenarnya di wilayah “Cireundeu” terdapat beberapa rukun warga (RW) yang dihuni oleh berbagai penduduk dengan beragam kepercayaan, tetapi masyarakat adatnya sendiri terkhusus berada di RW 10.
Pada dasarnya, kehidupan masyarakat kampung adat Cireundeu sama dengan masyarakat pada umumnya yang hidup dengan harmonis. Hal unik yang membedakan masyarakat adat Cireundeu dengan masyarakat umum adalah

Jumat, 15 September 2017

Resume | Kiat Membuat Makalah yang Baik dan Benar

Resume Diskusi
Bidang Pengembangan Nalar dan Intelektual
Himpunan Mahasiswa Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam

“Kiat Membuatan Makalah yang Baik dan Benar” 
Pemateri : Dr. H. Zaenal Mukarom, M.Si.
Dalam kepenulisan terdapat tiga jenis karya, yakni karya ilmiah (makalah, laporan penelitian, skripsi, tesis), karya ilmiah populer (artikel koran), dan karya non-ilmiah (novel, puisi). Dilihat dari aspek bahasanya, karya ilmiah menggunakan bahasa yang baku, sementara karya ilmiah populer menggunakan bahasa yang komunikatif. Sedangkan karya non-ilmiah menggunakan bahasa yang emotif, subjektif dan imajinatif. Kemudian jika dilihat dari aspek metode, karya ilmiah harus objektif, sistematis dan metodis, sementara karya ilmiah populer bersifat tidak ketat. Sedangkan karya non ilmiah metodenya sangat longgar.
Karya ilmiah merupakan karya tulis yang berisi sajian gagasan, deskripsi atau pemecahan masalah yang disusun secara sistematis, serta disajikan secara objektif dengan menggunakan bahasa baku dan didukung oleh fakta, teori dan atau bukti-bukti empiris lainnya.
Karya ilmiah memiliki ciri-ciri diantaranya: 1) objektif. Salah satu tips untuk membuat karya tulis menjadi objekti adalah dengna menghindari penggunaan kata “kita, saya, penulis, peneliti, dan semisalnya”. 2) sistematis, yakni sesuai dengan aturan penulisan yang berlaku. 3) sistemik, yakni sesuai dengan bidang keilmuan yang akan dibahas. 4) logis, yakni cara berpikir menggunakan logika yang baik. 5) bebas nilai, yakni tidak terpaku pada nilai-nilai pada ajaran tertentu.
 
Makalah
 
Makalah adalah karya tulis ilmiah sederhana yang pembahasannya bisa berupa gagasan konseptual atau telaah kritis atau data lapangan dari hasil penelitian yang bersifat empiris-objektif.
Makalah bersifat ringkas berkisar antara 5-20 halaman tergantung kebutuhan; tidak lazim menyertakan “Kata Pengantar” dan “Daftar Isi”; strukturnya sederhana meliputi pendahuluan, inti, penutup; jika makalah berisi hasil penelitian, maka penulisannya memuat

Cerpen | Teman Lama

Di sudut komplek, sebuah masjid berwarna hijau berdiri kokoh dengan orang-orang yang keluar dari pintu-pintunya. Shalat Ashar sudah selesai dilaksanakan beberapa menit lalu. Satu-persatu anak-anak mulai memasuki masjid, menaruh tas-tas kecil mereka, kemudian bersenda gurau, berlarian di dala masjid. Sebagian anak duduk bersandar sambil membaca buku Iqra’ sambil sesekali mendapat gangguan juga bantuan dari temannya.
Seorang lelaki menuruni tangga di belakang bangunan masjid dengan menggenggam sebuah spidol di tangan kanan dan beberapa buku di tangan kirinya. Lelaki itu menuju tempat wudhu untuk membasuh beberapa anggota tubuhnya kemudia berjalan memasuki masjid. Sampai di pintu, anak-anak berlarian menghampirinya untuk sekadar mencium tangan atau mengiringinya untuk sampai di tempat duduknya.
Anak-anak itu mulai duduk berjejer dengan rapi ketika mengetahui guru mereka sudah siap memulai pelajaran. Bacaan doa sebelum belajar mulai menggema di ruangan masjid karena semangat anak-anak ketika membacanya. Setelah itu, bacaan huruf-huruf hijaiyah mulai terdengar. Beberapa terdengar lancar meskipun sebagian terbata-bata. Lelaki itu mengamati dengan seksama dan dengan telatennya membetulkan jika ada kekeliruan dalam bacaan.
Suasana belajar-mengajar berlangsung seperti itu sampai seorang gadis berjilbab biru langit datang memasuki masjid. Berucap salam sambil tersenyum kaku, kemudian duduk di seberang tempat belajar anak-anak.
***
“Maaf menunggu lama.” Lelaki itu menghampiri gadis yang tengah mengamati anak-anak yang berlarian keluar meninggalkan masjid.
“Tidak apa - apa. Bisa langsung kita mulai sekarang?” ujar gadis itu sambil

Artikel | Kenapa Media Sosial Mudah Jadi Media Provokasi?

Belakangan ini, banyak isu-isu yang ramai dibicarakan di media terutama isu SARA. Jika kita perhatikan, konflik yang terjadi di media sosial bisa lebih ramai dibandingkan di real life. Jika dalam real life, orang yang memiliki pemikiran tidak sepaham biasanya akan telihat lebih tenang dan tidak sampai menimbulkan keributan, lain halnya dengan yang terjadi pada media sosial.
Di media sosial, orang-orang menjadi lebih ekspresif dalam menanggapi pemahaman yang berbeda seperti berani mengeluarkan kata-kata kasar bahkan ancaman, hingga tidak jarang hal tersebut menimbulkan keributan. Kejadian seperti ini ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Di beberapa negara lain pun sering terjadi kondisi seperti ini. Lantas apa alasannya seseorang bisa menjadi lebih “garang” di media sosial?
Pengguna media sosial bersifat anonim, artinya tanpa identitas yang jelas. Ketika seseorang bisa menggunakan identitas yang tidak jelas dan tidak diketahui, maka orang tersebut bisa lebih bebas melakukan apa saja tanpa rasa takut jika nanti akan ketahuan. Ia bisa berucap kasar atau menyebarkan fitnah sekalipun tanpa khawatir akan ada yang mencarinya.
Memang sudah ada UU ITE untuk menanggulangi hal tersebut, tetapi tidak semua pelaku penyebar fitnah atau provokasi bisa tertangkap. Pihak yang berwajib tidak akan sempat melacak satu per satu pengguna media sosial, dan kalaupun tertangkap akan sulit membuktikannya.
Karena anonimitas ini juga seseorang mudah untuk mendukung orang lain yang sepaham dengannya. Pihak pro dan kontra bebas memberikan dukungan sehingga kedua belah pihak saling bertarung dengan menggunakan

Artikel | Mari Beretika dalam Dunia Maya

Didukung oleh perkembangan teknologi komunikasi dan informasi lambat-laun menjadikan budaya dunia nyata mulai tergeser oleh budaya maya. Dalam beberapa kasus, nilai-nilai dan etika yang ada seperti sopan santun mulai dikesampingkan ketika seseorang melakukan aktifitas di dunia maya.
Etika erat kaitannya dengan kedewasaan. Namun pengguna internet di Indonesia sebagian besar adalah remaja dengan umur 15-19 tahun, di mana usia tersebut merupakan tahap menuju kedewasaan sehingga pemikirannya masih labil dan mudah terpengaruh, belum bisa membedakan benar-salah, dan belum dapat menentukan skala prioritas. Selain itu, karakter remaja dengan rasa ingin tahu yang besar, mudah menerima hal baru, ekspresif dan narsis, membuat mereka bebas melakukan apapun di dunia maya yang over informasi. Namun dampaknya jika berlebihan malah akan mendatangkan kerugian.
Hal tersebut merupakan salah satu faktor penyebab minimnya penggunaan etika dalam dunia maya. Contohnya saja banyak pengguna internet yang menjadikan dunia maya sebagai media untuk melampiaskan emosi.
Banyak anggapan bahwa apa yang dilakukan di dunia maya merupakan cerminan pribadi di dunia nyata. Tetapi tidak sedikit orang yang sifat dan karakternya berbeda antara ia di dunia nyata dengan ia ketika di dunia maya. Beberapa orang menggunakan identitas palsu di dunia maya. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa tetapi juga oleh anak-anak dan remaja sehingga menyulitkan pengawasan yang dilakukan oleh orang tua.
Tidak sedikit pengguna dunia maya yang merasa dirinya paling benar dan mengetahui segala hal serta tidak adanya batasan komunikasi disebabkan tidak adanya pertemuan secara langsung atau tidak diketahuinya latar belakang penguna dunia maya seperti tempat asal, usia, dan watak membuat orang yang beraktivitas di dunia maya merasa bebas bertindak semaunya. Padahal,

Artikel | Pendidikan di Indonesia; Apa yang Harus Dibenahi?

Dengan harapan mencerdaskan bangsa dan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, sejak 2015 Indonesia menerapkan wajib belajar selama 12 tahun. Sudah banyak juga dikampanyekan tentang pentingnya pendidikan untuk membangun suatu bangsa. Namun nampaknya hal tersebut belum terpenuhi melihat realitas pendidikan yang ada saat ini.
Sepertinya masih banyak masalah pendidikan yang memang harus dibenahi. Mulai dari belum meratanya fasilitas pendidikan, kurikulum yang berubah-ubah, tenaga pendidik yang kurang memadai, sampai orang tua yang menuntut terlalu tinggi terhadap anaknya.
Mengenai permasalahan fasilitas pendidikan, di wilayah Indonesia bagian Timur masih dijupai kurangnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam menunjang proses pendidikan. Contohnya saja buku-buku pelajaran yang masih minim, meja dan kursi yang sudah rapuh, jarak tempuh dari rumah ke sekolah yang jauh, serta bangunan sekolah yang tidak layak digunakan. Sementara di wilayah perkotaan dengan fasilitas yang memadai, banyak siswa yang malah menyepelekan proses pendidikan.
Terkait dengan kurikulum, untuk mengikuti perkembangan zaman, mau tidak mau segala aspek kehidupan akan mengalami perubahan. Sama halnya dalam bidang pendidikan. Mata pelajaran yang diajarkan serta metode pembelajaran pun harus dinamis. Namun jika kurikulum terlalu sering diubah,

Artikel | Pembentukan Karakter Sejak Dini

Pembentukan karakter adalah salah satu hal yang dianggap penting dalam membangun suatu bangsa. Sayangnya proses pendidikan di sekolah masih banyak yang lebih mementingkan aspek kognitif dibandingkan membentuk karakter anak didik  tentang bagaimana beretika yang baik. Bahkan tidak sedikit dijumpai guru di sekolah yang hanya asal mengajar karena tuntutan profesinya.
Pembentukan karakter sebaiknya dilakukan sejak dini agar kelak anak-anak memiliki karakter yang sesuai dengan karakter bangsa, yaitu karakter bangsa yang memiliki integritas, berkeadilan, bermoral, berketuhanan, dan memiliki nilai-nilai positif lainnya. Sikap saling menghormati dan saling menghargai juga merupakan karakter yang harus diterapkan, terlebih karena bangsa Indonesia sendiri merupakan bangsa yang memiliki banyak keragaman mulai dari segi budaya, adat, dan keyakinan.