Minggu, 02 Desember 2018

Dakwah Sebagai Proses Sosial: Interaksi Sosial Para Pegiat Dakwah


Selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial yang memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berinteraksi dengan manusia yang lain. Dalam hubungan interaksional inilah terjadi hubungan suatu proses belajar mengajar di antara manusia, termasuk dalam proses dakwah. 

Dalam proses interaksi ini terdapat tindakan saling mempengaruhi antara individu yang satu dengan individu yang lain, baik secara personal maupun kelompok sosial. Pada kegiatan dakwah juga terjadi proses saling mempengaruhi antara da’i dengan mad’u atau sebaliknya.

Syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak sosial (social contact) dan adanya komunikasi (communication). Proses dakwah merupakan proses komunikasi. Hal tersebut, dapat diartikan bahwa dalam kegiatan dakwah pasti selalu ada proses interaksi, yaitu hubungan antara da’i sebagai komunikator di satu pihak dan mad’u sebagai komunikan di pihak lain. interaksi dalam hal ini ditunjukkan untuk mempengaruhi mad’u yang akan membawa perubahan sikap sesuai dengan tujuan dakwah. Dengan demikian, dalam komunikasi dakwah dapat dipastikan terjadi yang namanya proses interaksi sosial antara da’i dan mad’u (Ahmad, 2014:26).

Tujuan komunikasi dalam kegiatan dakwah pada umumnya yaitu melakukan proses sosialisasi pesan-pesan Islam serta mengharapkan partisipasi dari mad’u atas ide-ide atau pesan-pesan yang disampaikan oleh pihak da’i sehingga pesan-pesan yang disampaikan tersebut terjadilah perubahan sikap dan tingkah laku yang diharapkan, sedangkan tujuan komunikasi dakwah yaitu mengharapkan terjadinya perubahan atau pembentukan sikap atau tingkah laku sesuai dengan ajaran Islam.

Dalam Hasyim Hasanah dalam jurnal At-Taqaddum (2012: 93-94) menyatakan bahwa proses kegiatan dakwah selalu terjadi proses interaksi yaitu hubungan sosial antara unsur dakwah yang bertujuan untuk menjalin harmonisasi, diantaranya menghasilkan hakikat dan makna pesan dakwah, kegiatan tabligh dan silaturahmi, model perilaku yang islami, tema-tema efektifitas dan efisiensi kegiatan dakwah, serta kegiatan pemberdayaan dan pengembangan potensi kemanusiaan secara integral dan komprehensif.

Adapun faktor yang terlibat dalam dinamika interaksi sosial adalah faktor sugesti, imitasi, identifikasi, dan simpati. Dasar-dasar interaksi sosial dapat diterapkan dalam proses berdakwah dengan benar-benar memahami dan mengerti kondisi sasaran dakwah dari segi umur, geografis, pendidikan, dll. Faktor imitasi dapat dijelaskan bahwa da’i dituntut untuk dapat menyebarkan (mensosialisasikan) serta menarik perhatian sasaran dakwah agar mereka mencontoh ide serta tindakan da’i yang sesuai dengan ajaran Islam.

Pada kegiatan dakwah, faktor-faktor interaksi sosial ini memiliki peran penting terutama bagi da’i sebagai pegiat dakwah. Banyak da’i yang dalam dakwahnya melakukan berbagai macam pendekatan guna menarik simpati dari mad’unya. Setelah mendapat simpati dari mad’u, para pegiat dakwah tersebut dapat mensugestikan pesan-pesan dakwah sehingga lebih mudah diterima oleh mad’u. Dalam buku Sosiologi Dakwah (Aripudin, 2013) disebutkan bahwa, beberapa da’i seperti alm. Zainuddin MZ, M. Amien Rais, dan A.M. Fatwa lebih banyak mewarnai dunia publik politis. Fenomena social-politi da’i yang terjadi sepanjang sejarah Indonesia, pasca kolonialisasi dan refornasi khususnya, menggerakkan mereka untuk memperbaiki sisi politik aktivitas umat Islam.

Da’i-da’i lain yang juga sering diliput media seperti Arifin Ilham, Aa Gym, dan Yusuf Mansur lebih menekankan dakwahnya pada pendekatan spiritual Islam. Tidak hanya menyebarkan nilai-nilai Islam, para da’i tersebut juga kerap kali memberikan sugesti positif kepada mad’u, misalnya melalui zikir dan sedekah yang dirasa dapat mendatangkan ketenangan hati. Sebagai figur yang menjadi teladan, banyak mad’unya bahkan sesama da’i yang kemudian meniru perilaku da’i-da’i, mulai dari cara bicara, gaya atau penampilan, dan sebagainya.

Dalam teori interaksi sosial yang terdapat pada buku Sosiologi: Suatu Pengantar (Soekanto, 1982), terdapat dua golongan proses sosial sebagai akibat dari interaksi sosial, yaitu proses asosiatif dan proses disosiatif.

Pada proses asosiatif terdapat beberapa bentuk kerja sama, salah satunya adalah Co-optation, yang idefinisikan sebagai proses kerja sama yang terjadi antara individu dan kelompok yang terlibat dalam sebuah organisasi atau negara di mana terjadi proses unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi untuk mencapai stabilitas.

Lembaga-lembaga dakwah yang semula murni bergerak dalam bidang dakwah mulai merambah pada bidang lain. Dalam bukunya, DR. Acep Aripudin (2013:10) menyontohkan bahwa ormas keagamaan NU dan Muhammadiyyah misalnya, merupakan lembaga yang lahir karena semangat reformasi tradisional Islam. Namun kemudian bergeser secara dinamis menjadi lembaga keagamaan yang berfungsi sebagai lembaga “semipolitik”, bahkan dalam kasus NU pernah berkembang menjadi partai politik. Begitu juga dengan Muhammadiyah yang berkembang menjadi lembaga sosial keagamaan yang cenderung mengembangkan “bisnis” dalam bidang pendidikan dan sosial.

Dalam proses akomodasi, sebagian besar da’i di pedesaan biasanya ditunjuk oleh masyarakat untuk menjadi penengah ketika terjadi perselisihan karena mereka menganggap tokoh pendakwah bisa lebih bijaksana dalam mengambil keputusan tanpa memihak kepada salah satunya. 

Pada kegiatan dakwah juga tidak jarang terjadi persaingan. Para pegiat dakwah saling berlomba-lomba untuk menarik perhatian khalayak dalam rangka mejalankan misi dakwahnya. Melalui media dakwah populer, para pegiat dakwah tersebut menampilkan ciri khasnya agar dikenal dan selalu diingat sehingga pesan-pesan dakwahnya mudah diterima. Contohnya da’i yang tampil di televisi atau grup-grup nasyid yang menyisipkan pesan dakwah lewat musik. Belum lagi penulis yang menyisipkan nilai-nilai Islam dalam tulisannya yang dimuat dalam majalah atau buku-buku fiksi maupun nonfiksi.

Proses asimilasi yang dilakukan oleh Wali Songo ketika menyebarkan Islam di Pulau Jawa berlangsung melalui saluran yang dapat berkompromi dengan kebudayaan sebab pada saat itu masyarakat Nusantara telah hidup dalam peradaban dan budaya yang terlebih dulu mewarnai kehidupannya. Interaksi yang dilakukan oleh Wali Songo dalam menyebarkan ajaran Islam berjalan dengan damai dikarenakan para wali menggunakan pola dakwah yang sarat akan simbol-simbol budaya lokal seperti wayang dan gamelan. Pertemuan tradisi setempat dengan nilai-nilai ajaran selama proses yang dilaluinya tidak mengganggu prinsip aqidah yang menjadi pokok ajaran Islam dapat menarik simpati masyarakat sehingga Islam dapat dengan mudah memasuki ruang dalam kehidupan masyarakat.

Beberapa da’i di Indonesia pernah menimbulkan kontroversi seperti diduga melakukan pelecehan, bahkan “mengamuk” saat sedang menyampaikan ceramahnya. Hal ini tentunya berimbas pada menurunnya intergritas da’i tersebut di mata mad’u. Salah satu mufassir di Indonesia juga dikenal sebagai ulama kontroversial karena cara atau pendekatannya dalam menelaah Al-Quran dan hadits berbeda dengan pendekatan sebaian ulama pada umumnya. Karena perbedaan itulah, kadang ceramahnya sulit diterima oleh masyarakat umumnya.

Interaksi sosial yang dilakukan oleh para da’i nampaknya menarik banyak perhatian masyarakat. Masyarakat juga dapat menilai para da’i tersebut, misalnya da’i yang menerapkan pola asimilasi akan menarik lebih banyak antusiasme masyarakat sementara da’i yang menuai kontroversi malah membuat masyarakat bersikap antipati dan kontroversi tersebut dapat menurunkan citra da’i.


Daftar Pustaka:
Ahmad, Nur. 2014. “Komunikasi sebagai Proses Interaksi Sosial dalam Dakwah” dalam Jurnal At-Tabsyir, Vol. 2, No. 2, Juli-Desember, Hlm. 17-34
Aripudin, Acep. 2013. Sosiologi Dakwah. Bandung: Remaja Rosda Karya
Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana
Hasanah, Hasyim. 2012. “Efektivitas Interaksi Sosial dan Unsur Dakwah dalam Kegiatan Dakwah” dalam Jurnal At-Taqaddum, Vol. 4, No. 2, Juli-Desember, Hlm. 86-98
Ilaihi, Wahyu. 2010. Komunikasi Dakwah. Bandung: Rosda
Ma’arif, Bambang.S. 2010. Komunikasi Dakwah: Paradigma Untuk Aksi. Bandung: Remaja Rosda Karya
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers

0 komentar:

Posting Komentar