Sabtu, 08 Desember 2018

Artikel | Benarkah Perilaku Konsumtif Mendatangkan Kebahagiaan?

Perilaku konsumtif nampaknya tidak bisa lagi dipisahkan dari masyarakat modern. Keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan ini belakangan sudah menjadi gaya hidup khususnya bagi masyarakat perkotaan. Untuk mencapai kepuasan yang maksimal, kita seringkali tidak bisa membedakan mana yang merupakan kebutuhan dan mana yang hanya keinginginan semata.

Sebagian orang menganggap kebahagiaan adalah ketika bisa membeli barang-barang branded, gadget keluaran terbaru, kendaraan mewah, dan sebagainya. Kenyataannya, kebahagiaan yang diperoleh dari menaikkan gengsi ini hanyalah kebahagiaan sesaat. Mungkin sekali-dua kali kita merasa bangga bisa memakai sepatu bermerek dan tas baru. Tetapi ketika sudah kecanduan, kita akan merasa ada yang kurang jika dalam sebulan, misalnya, tidak membeli sepatu baru dan tas baru. Karenanya akan timbul keinginan untuk terus membeli barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan hingga tanpa disadari, pengeluaran lebih besar dari pendapatan. Bahkan demi memenuhi gaya hidup yang tinggi seperti ini, beberapa orang rela berhutang dengan menggunakan kartu kredit.

Tuntutan gengsi yang dianggap bisa mendatangkan kebahagiaan justru lama kelamaan akan menjadi tekanan. Contohnya saja ketika seseorang harus rela bekerja lembur demi mendapat gaji tambahan hanya untuk membayar cicilan dan hutang kartu kredit.

Mengikuti perkembangan zaman memang perlu. Sesekali mencoba mewahnya kehidupan perkotaan masa kini juga tidak ada salahnya, sebab dengan begitu kita bisa belajar bahwa idealisme dan realitas seringkali bersingungan, atau tentang keinginan dan kebutuhan yang selalu berdampingan. Tetapi kita tetap harus mengetahui batasannya dengan tidak memaksakan diri untuk lebih menuruti keinginan daripada kebutuhan.

Seperti yang sudah disebutkan bahwa perilaku konsumtif hanya akan mendatangkan kebahagiaan sesaat sebab kebahagiaan sebenarnya tidak pernah diukur dengan barang apa yang dimiliki. Banyak orang di luar sana tidak mampu membeli barang-barang bermerek tetapi mereka tetap bisa bahagia karena mereka merasa cukup dengan hidupnya. Kebahagiaan sebenarnya adalah tentang merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Terlebih, yang menentukan siapa diri kita ada bukanlah apa yang kita kenakan melainkan apa yang kita lalukan.

Menjalani kesederhanaan hidup dengan bisa memenuhi kebutuhan, bukankan lebih membahagiakan dibandingkan memaksakan diri demi sebuah gengsi?