Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam semester tujuh. Tingkat akhir bagi seorang mahasiswa S1 dalam menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Rasanya baru kemarin menjalani Ujian Nasional tingkat SLTA, kemudian dalam waktu singkat sudah berada di semester tujuh. Banyak hal yang dialami selama perkuliahan tujuh semester ini.
Bisa kuliah di universitas Islam negeri menjadi kebanggaan tersendiri. Namun di balik itu, ada banyak kebimbangan yang dirasakan terutama pada masa awal perkuliahan. Saya yang hanya seorang siswa dari sekolah umum biasa, mempelajari keislaman yang tidak terlalu mendalam dari madrasah diniyah, dihadapkan dengan dunia perkuliahan yang lekat dengan kultur islaminya.
Saya pernah merasa begitu bingung ketika bertemu dengan mata kuliah keagaamaan yang sangat asing bagi saya. Di sana saya diharuskan mempelajari tentang ajaran-ajaran, sekte-sekte, madzhab-madzhab, serta pemikiran-pemikiran dalam perkembangan Islam di dunia. Kebingungan saya rasakan ketika ajaran yang selama ini saya pelajari ternyata bukan satu-satunya yang ada dalam realitas keislaman.
Saya banyak berpikir apakah yang selama ini saya yakini dan saya amalkan sudah benar menurut ajaran Islam, atau karena saking banyaknya ajaran membuat saya bertanya yang benar itu yang mana. Dari situ saya mencoba memahami bahwa ada banyak kebenaran di luar sana dengan bentuk dan cara pencapaiannya yang berbeda-beda.
Selain itu, seperti yang dialami mahasiswa pada umumnya, tampaknya memiliki idealisme merupakan suatu kewajiban. Itu juga pernah saya alami. Bergabung dengan organisasi ini dan itu, berdiskusi masalah ini dan itu, memiliki ambisi untuk mendapatkan ini dan itu, bahkan memperdebatkan persoalan yang sebenarnya mungkin hanya masalah sepele. Karena idealisme tersebut saya juga jadi merasa bahwa pendapat sayalah yang paling benar. Namun, dari itu semua saya belajar tentang banyak hal, seperti perlunya kita memandang persoalan tidak hanya dari satu sudut pandang, pentingnya berpemikiran terbuka untuk dapat menerima dan memahami kenyataan baru yang harus dihadapi, serta menjadi rendah hati karena bisa saja kita merasa tahu padahal sebenarnya kita tidak mengetahui apa-apa.
Dari segi keilmuan, tentunya saya mempelajari banyak ilmu baru lewat proses belajar-mengajar selama perkuliahan. Dari ceramah dosen yang membahas materi yang berhubungan sampai yang tidak berhubungan dengan mata kuliah, dari tugas-tugas tiada akhir yang diberikan, dari presentasi dan diskusi bersama teman-teman, serta buku-buku referensi yang dibaca, rasanya masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keilmuan saya.
Terkadang ada rasa jenuh saat berhadapan dengan materi dan tugas-tugas perkuliahan, bahkan karena terlalu fokus menyelesaikan tugas, mahasiswa bisa mengabaikan banyak hal. Karena terlalu fokus untuk mendapatkan nilai terbaik dalam ujian, kami bahkan bisa lupa yang mana kawan dan yang mana lawan, memanusiakan manusia, dan bahwasanya kami hanyalah hamba Allah. Ternyata memang benar adanya bahwa musuh terbesar adalah diri sendiri.
Bisa bertemu dan berteman dengan orang-orang “hebat” di kampus membuat saya banyak melihat ke dalam diri saya sendiri. Sudah sejauh mana pencapaian yang saya raih, serta seberapa bermanfaat saya bagi orang-orang sekitar. Sudah luruskah niat saya dari mulai awal perkuliahan hingga saat ini, serta apa yang akan atau harus saya lakukan dan persiapkan demi kebaikan di kemudian hari.
Selama perkuliahan tujuh semester ini saya merasakan banyak perubahan yang saya alami, terutama perkembangan yang tidak hanya dari segi keilmuan tetapi juga dari segi psikologis. Perkuliahan ini lebih seperti proses pendewasaan diri. Saya belajar membaca realitas yang ada di sekitar, memahaminya dan menyelaraskannya dengan kehidupan. Berusaha menjadi realistis karena beberapa hal yang saya bayangkan sebelumnya ternyata bisa berbeda dengan kenyataan sebenarnya. Idealisme tentunya masih diperlukan sebagai acuan untuk membangun visi dalam pencapaian kedepannya. Namun, ketika suatu saat kita telah berusaha maksimal dalam mewujudkannya tetapi idealisme tersebut tidak sesuai dengan kenyataan, kita hanya perlu berserah diri kepada Allah yang lebih berkuasa di atas segalanya.
Saya juga menjadi pribadi yang lebih mandiri karena kita tidak bisa selamanya bergantung kepada orang lain, baik kepada orang terdekat maupun orang tua sekalipun. Di banding dari segi kelimuan, saya rasa selama perkuliahan tujuh semester ini saya lebih banyak belajar untuk mempersiapakan diri agar bisa hidup di masyarakat. Tentang bagaimana bersosialisasi dan bekerja sama dengan orang lain, mengungkapkan pendapat tanpa memaksakan kepada orang lain untuk menerimanya, memahami pendapat dan tingkah laku orang lain, serta mencari jalan keluar dari persoalan yang dihadapi.
0 komentar:
Posting Komentar