Dalam buku hasil penelitian ini
mengambil sumber data dari ungkapan tradisional, cerita pantun Lutung kasarung,
Sanghyang siksa kandang Karesian, Sawer Panganten, roman Pangeran Kornel dan Mantri
Jero.
Dari kelima
sumber data tersebut terdapat perbedaan terutama dirasakan terletak pada
lapisan masyarakat yang mana yang dijadikan sasaran oleh masing-masing sumber
datanya. Pantun Lutung Kasarung dan novel Pangeran Kornel serta Mantri Jero sasarannya
lebih diarahkan kepada lapisan masyarakat golongan pengusa. Sementara Sanghyang
Siksakandang Karesian, sawer panganten, dan ungkapan tradisional, nampaknya
lebih bebas dari ikatan pelapisan masyarakat dan lebih berlaku umum.
Perbedaan
penting lainnya ialah bahwa sumber-sumber data yang dipergunakan dalam
penelitian ini bentuknya bermacam-macam. Cerita Lutung Kasarung disajikan dalam
bentuk narasi yang dibawakan oleh tukang pantun. Siksakandang Karesian
disajikan dalam bentuk himpunan aturan, cerita Pangeran Kornel dan Mantri Jero disajikan
dalam bentuk novel. Sawer panganten disajikan dalam bentuk puisi. Dan, ungkapan
tradisional daerah jawa barat disajikan dalam bentuk kumpulan sejumlah ungkapan
tradisional.
- Tentang manusia sebagai pribadi
Berdasarkan
kelima sumber data tersebut, dapat diidentifikasikan dua pola pandangan hidup
orang sunda tentang manusia sebagai pribadi.
Pola I
Pandangan hidup
orang sunda menurut pola I, membagi manusia ke dalam dua golongan yaitu
golongan penguasa dan golongan rakyat (balarea). Tentang bagaimana seseorang
bisa mencapai wujud kehidupan yang baik dan dicita-citakan oleh orang Sunda,
akan tergantung pada kedudukannya apakah ia termasuk golongan penguasa ataukah
termasuk golongan balarea.
Dasar utama
pandangan hidup pola I adalah keyakinan yang kuat pada kekuasaan Tuhan dan pada
nasib. Keyakinan yang kuat dirumuskan dengan jelas di dalam cerita pantun
Lutung Kasarung yang diucapkan oleh Purbasari kepada Purbararang (132-136): “mana
hoerip koe goestina, mana waras koe Alahna, waloeja ti koedratna, teu beunang
dipake kahajang, dipake kaemboeng.” (Makanya hidup karena Tuhan, makanya
sehat karena Allah, selamat dari kudrat-Nya, tak bisa jadi kehendak, jadi
kengganan).
Seseorang dari
golongan penguasa, di samping yakin pada kekuasaan Tuhan dan pada nasib, harus
pula memiliki percaya diri dan memiliki prinsip hidup agar ia mampu berpikir
dinamis dan menampilkan tingkah laku yang sabar, tabah, serta mudah memaafkan
kesalahan orang lain, sehingga bisa mendapai apa yang dikejarnya dalam hidup.
Sebagai contoh, terlukis dengan jelas pada sikap Purbasari yang diungkapkan
pada Lengser ketika ia sampai di tempat pembuangannya (187-192): “Mama
Lengser, teu tarima diboeang, tarima dititah tapa, kadjeun nalangsa ajeuna,
soegan mapahat djadjaga, da koe nagara dipista” (Bapak Lengser, tidak saya
terima sebagai dibuang, melainkan saya terima sebagai disuruh bertapa, biarlah
bersedih kini, mudah-mudahan bahagialah nanti, karena sekarang tak disukai oleh
(penguasa). Dari upacan itu, tercermin cara berpikir Purbasari yang dinamis,
yaitu bahwa dengan dibuang, maka ia mendapat kesempatan untuk bertapa.
Sedangkan bertapa adalah salah satu tahap yang harus dijalani oleh seorang
calon penguasa yang baik (prinsip hidup).
Agak berbeda
halnya dengan seseorang dari golongan balarea. Di samping yakin pada Tuhan dan
pada nasib, ia harus memiliki semangat pengabdian yang tinggi agar menjadi
seorang pengabdi yang patuh dan taat serta menampilkan tingkah laku sabar,
tabah, dan mudah memaafkan kesalahan orang lain. sikap dan penampilan seorang
pengabdi seperti itu, biasa membawa dirinya kepada apa yang dikejar dalam
hidupnya. Sebagai contoh, pengalaman Aki Panyumpit yang diungkapkan kepada
istrinya (995-997): “bati boedi ladang kaja, koemawoela di nagara, lila-lila
manggih bagdja” (laba budi pendapatan kaya, mengabdi pada negara lama-lama
menemukan bahagia).
Pola II
Padangan hidup
orang Sunda pola II, memberi kesan berlaku umum, tidak membedakan apakah
seseorang termasuk golongan penguasa atau bukan, atau golongan-golongan
lainnya.
Seperti halnya
pada pola I, demikian juga pada pola II, yakin pada kekuasaan Tuhan merupakan
dasar utama dari pandangan hidup orang Sunda.
Seseorang yang
yakin pada kekuasaan Tuhan serta memiliki hasrat belajar dan menguasai ilmu,
apabila disertai sifat-sifat pribadi seperti cerdas, berani, jujur, waspada,
bersih hati, teguh hati, senantiasa memahami dan memperhatikan orang lain, maka
tingkah lakunya sopan, mampu melahirkan keputusan-keputusan yang bijaksana dan
adil, penampilan dan hidupnya senantiasa sederhana tidak berebih-lebihan, dan
sikapnya senantiasa rendah hati. Semua karakteristik pribadi itu yang digenapi
oleh sifat-sifat pelengkap seperti cermat, teliti, rajin, tekun, bersemangat,
perwira, terampil, cekatan, cukup sandang dan dapat memlhara kesehatan, bisa
membawa pemiliknya ke wujud hidup yang baik yang dicita-citakan oleh orang
Sunda.
Hasrat belajar
dan menguasai ilmu sangat penting bagi orang Sunda. Tidak hany terbatas hanya
pada ilmu pengetahuan saja, melainkan juga ilmu lain seperti ilmu menanam padi
dan memelihara ikan. Cara belajar yang paling banyak dikemukakan adalah
mencontoh yang baik, di samping belajar dari pengalaman, buku, dan bertanya
kepada ahlinya.
Sikap sopan
menduduki tempat yang sangat penting, terutama mengenai sopan dalam tutur kata
(berbicara tidak banyak tapi menarik, kata-katanya halus, dan tidak menyinggung
perasaan orang lain), sopan dalam tata-cara (rapi berpakaian di hadapan orang
lain, berjalan tidak mendahului orang yang dihormati, kalau bertamu jangan
terlalu lama), serta sopan dalam gerak-gerik.
Dalam
Siksakandang Karesian, dijelaskan juga tentang kesederhanaan. “Bila kita
berladang atau bersawah, sekedar jangan sengsara, berkebun sekedar jangan
memetik sayuran di ladang milik orang, memelihara ternak sekedar jangan hanya
membeli atau menukar dengan barang, memiliki perkakas sekedar jangan meminjam,
selimut dan pakaian jangan kekurangan, makan dan minum pun jangan kekurangan”.
Ringkasnya kita berusaha memiliki sesuatu bukan untuk kemewahan, melainkan
sekedar untuk mencukupi keperluan kita sehari-hari. Selain itu ciri khas orang
Sunda adalah berani, yaitu berani sendirian dalam melakukan tindakan atau
menempuh resiko.
- Tentang Manusia dengan Mayarakat
Pandangan hidup
orang Sunda berkenaan dengan hubungan manusia dengan masyarakat beraku pada
tiga tataran, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat luas, dan
lingkungan kekuasaan negara.
-
Lingkungan
Keluarga
Dalam ungkapan
tradisional: Anak harus menghormati kedua orang tuanya; saling tolong-menolong
dan saling memaafkan sesama kerabat; anak jangan berperilaku buruk karena akan
memburukkan nama orang tuanya; selalu ingat tempat kelahirannya dan pulang
kembali ke kampung halaman untuk tinggal bersama kaum kerabatnya; jangan
mementingkan diri sendiri.
Dalam Cerita
Pantun Lutung Kasarung: betatapun buruknya saudara, tetapi saudara yang lebih
tua harus dihormati, disayangi, dimaafkan, dan diindahkan suruhannya.
Dalam
Siksakandang Karesian: tata cara mengambil perempuan untuk dijadikan istri
harus dijalankan sebaik-baiknya; suami harus bertanggung jawab terhadap
istrinya; jangan memperistri perempuan yang berperangai buruk; orang tua tidak
boleh menikahkan anaknya yang masih di bawah umur; harus berguru kepada
siapapun dalam lingkungan keluarga tanpa memandang usia; anak jangan melupakan
orang tua meskipun sedang sibuk.
Dalam puisi
sawer: suami harus bertanggung jawab terhadap istrinya; suami harus memimpin
dan memberi pendidikan kepada istrinya, mengerti dan memahami perilaku
istrinya, bertenggang rasa; istri jangan dibiarkan liar; suami jangan menyakiti
hati atau seenaknya meceraikan istri; istri harus patuh dan setia kepada suami;
istri harus serasi, seiya-sekata dengan suami dalam suka-duka, dan jangan
meninggalkan rumah jika suami sedang bepergian; istri tidak boleh
sembunyi-sembunyi dari suaminya, membohongi, dan membelakanginya.
Dalam roman
Pangeran Kornel dan Mantri Jero: seorang keturunan bangsawan harus meneruskan
dan setia kepada tradisi leluhurnya, menjada martabat kebangsawanannya, dan
menjaga keturunan leluhurnya; bangsawan harus saling membela sesama kerabatnya
dan rela kerabatnya kena hukuman jika melakukan kesalahan; bangsawan yang
menderita dapat meminta pertolongan kepada bangsawan yang besar pengaruhnya
dengan membaktikan diri.
Lingkungan
Masyarakat Luas
Dalam ungkapan
tradisional: pergaulan antara sesama manusia dalam hidup bermasyarakat harus
dilandasi sikap silih asah, silih asih, silih asuh (saling mengasihi,
saling meningkatkan kepandaian dalam berlomba mengejar kebaikan, dan saling
mendidik); harus saling menghargai, bersopan santun, setia dan jujur;
menghindari perselisiahan dan penghasutan; jangan memancing keresahan dan
menyinggung perasaan orang lain; jangan mementingkan kepentingan diri sendiri.
Dalam cerita
pantun Lutung Kasarung: dengan didasari kepercayaan bahwa kemegahan dan
gemerlap lahiriah, kemewahan harta, dunia hasil kecurangan, dan tipu daya tak
akan tahan lama, dan kemenangan akan berada pada mereka yang jujur, berhati
bersih, tabah, sabar, dan prihatin.
Dalam
Siksakandang Karesian: menjaga diri supaya tidak mendengar, melihat, dan
menikmati sesuatu yang dapat mendatangkan keburukan pada manusia; jangan asal
bicara, sembarang ambil, san sembarang injak; orang yang dituakan atau
dimuliakan harus didahulukan dan dihormati; harus setia kepada bidang pekerjaan
masing-masing; jangan tergoda sesuatu yang sekedar mengenyangkan perut; menjaga
kebersihan, berpakaian rapi dan jangan mencemari lingkungan alam.
Puisi sawer: saat
upacara perkawinan adalah saat untuk menyampaikan ajaran-ajaran tentang bagaimana
hidup bertetangga dalam lingkungan masyarakat, selain daripada ajaran tentang
hidup berumah tangga.
Dalam roman
Pangeran Kornel dan Mantri Jero: kemuliaan sejati hanya dapat tercapai jika
manusia hidup rukun, damai, aman, dan tentram dalam masyarakat; mengutamakan
kerelaan daripada paksaan; mendahulukan yang tua dan yang patutu dihormati;
sebaiknya orang saling mengalah dalam hidup dan penuh tenggang rasa.
- Lingkungan
Kekuasaan Negara
Dalam ungkapan
tradisional: tiap orang harus menjunjung tinggi hukum, taat pada undang-undang
negara, dan jangan berlawanan dengan mufakat orang banyak.
Dalam cerita
pantun Lutung Kasarung: keabsahan formal perintah penguasa didasarkan atas
kepercayaan bahwa raja (penguasa) adalah negara, raja dianggap punya kekuatan supernatural
yang tak dimiliki oleh rakyat biasa; kesewenangan, ketidakadilan, kekerasan,
dan kekejaman penguasa negara bukanlah perbuatan yang mulia sehingga tidak
boleh ada dalam kehidupan bernegara.
Dalam
Siksakandang Karesian: berkehidupan bernegara adalah semata-mata hubungan atasan-bawahan
yang didasari olrh hierarki baktti berbakti; bersikap sopan dan hormat di
hadapan penguasa negara dan orang yang patut dimuliakan; jangan menolak
perintah negara yang diucapka oleh raja.
Dalam roman
Pangeran Kornel dan Mantri Jero: terdapat mitos ahwa hanya orang yang berdarah
bangsawan saja yang ditakdirkan punya hak untuk memerintah atau menjadi
penguasa negara; ketaatan dan kesetiaan rakyat kepada negara sebagian
ditentukan oleh mitos tersebut, dan sebagian lagi ditentukan oleh perilaku
penguasa itu sendiri; penguasa adalah abdi masyarakat, rakyat adalah abdi
negara.
Ringkasnya,
pandangan orang Sunda tentang manusia dengan masyarakat adalah: harmoni,
kerukunan, kedamaian, dan ketentraman menduduki peringkat utama dalam rutan
kebutuhan untuk hidup bersama dalam masyarakat.
- · Tentang Manusia dengan Alam
Ungkapan
tradisional: terdapat beberapa ungkapan tradisional, diantaranya manuk hiber
ku jangjangna, jalma hirup ku akalna (burung terbang dengan akalnya,
manusia hidup dengan akalnya), jawadah tutung biritna sacarana-sacarana (juadah
hangus pantatnya menurut caranya masing-masing), leutik ringkang gede bugang
(kacil langkah besar bangkai).
Dari ungkapan
tersebut, dijelaskan bahwa orang Sunda memiliki pandangan bahwa alam dapat
diatur sebagaimana mereka telah mempelajarinya untuk memanfaatkan alam itu
dalam bentuk-bentuk atau situasi tertentu agar kelangsungan hidup terjamin.
Pengaturan oleh manusia memiliki batasan karena ada kesadaran terhadap
pengaturan yang lebih, sehingga terbentuk kearifan.
Lutung
Kasarung: “bisina nerus nurutus, bisina narajang alas; palias nerus nurutus,
palias narajang alas” 13-16 (janganlah sampai terus saja, jangan sampai
menerjang hutan; janganlah terus saja, hindarkanlah menerjang hutan). Pengenalan
yang baik terhadap lingkungan alam akan menjadikan seseorang mengetahui manfaat
lingkungan alam, karena itusebaiknya lingkungan alam dijaga dan dipelihara.
“Jalanna
kana nunuk anu jenuk, kana malaka nu rea, dug ka peundeuy ageung, sato jenuk
mangka taraluk” (jalannya melalui pohon nunuk yang lebat, pada pohon malaka
yang banyak, sampai pada pohon peundeuy besar, semua binatang pada tunguk).
Setiap gerak yang hidup di lingkungan alam ada waktu dan aturannya. Manusia
perlu pengetahuan tentang lingkungan alam dalam upaya melakukan huungan timbal
balik dengan alam.
Siksakandang
Karesian: alam akan tampak gelap jika manusia tidak belajar dari guru. Elajar
itu perlu untuk mengetahui segala sesuatu dan dapat mengatur diri di alam ini.
Mengenal lingkungan alam dengan baik serupa dengan mengenal diri sendiri,
sedangkan kebersihan merupakan bagian dari pengenalan tersebut.
Puisi sawer:
puisi sawer tidak secara langsung mengemukakan pandangan hidup tentang hubungan
manusia dengan alam, karena bertujuan yang spesifik, yaitu memberi wejangan
bagi pasangan yang menikah. Kontrak sosial dari perkawinan itu dapat dipandang
sebagai bagian dari keteraturan jagat raya dengan para penghuninya, atau
sekurang-kurangnya dalam kehidupan lingkungan sosial.
Pangeran Kornel
dan Mantri Jero: alam mendatangkan rasacinta kepada tempat mula dalam proses
kehidupannya, hal itu menjadi dasar utama cinta tanah air. Alam dilihat dari
dua kategori, alam nyata dan alam tak nyata yang mempengaruhi proses kehidupan
manusia. Ada juga hubungan mistis antara kehidupan di dua alam tersebut,
seperti kepercayaan pada uga, kila-kila, wawales.
- Tentang Manusia dengan Tuhan
Dari kelima
sumber data tersebut, ada kesimpulan pandangan orang Sunda tentang manusia
dengan Tuhan, diantaranya: (1) kepercayaan kepada adanya Tuhan; (2) kepercayaan
bahwa Tuhan itu Maha Esa; (3) keterangan tentang sifat dan kekuasaan Tuhan; (4)
kewajiban manusia kepada Tuhan; dan (5) tuntunan kebajikan kepada Manusia.
- Tentang Manusia dalam Mengejar Kemajuan Lahiriah dan Kepuasan Batiniah
Dalam hal
lahiriah, tubuh adalah suatu yang harus dipelihara. Salah satu syarat
kesejahteraan hidup adalah badan yang sowe waras (hidup sehat). Dengan
tubuh yang sehat dapat diusahakan untuk mencapai harapan heubeul hirup
(berusia panjang).
Keperluan bagi
tubuh agar tetap berfugsi adalah makanan. Seperti dalam ungkapan “mun teu
ngoprek moal nyapek, mun teu ngakal moal ngakeul, mun teu ngarah moal ngarih”
(jika tidak berbuat sesuatu tidak dapat mengunya, jika tidak menjalankan akal
dan mencari tidak akan dapat mengaduk nasi). Sehubungan dengan itu, usaha
pertanian, peternakan, dan ebagainya, sebagai upaya mencukupi kebutuhan pangan
adalah hal yang banyak diamanatkan, misalnya kepada pengantin.
Cerita pantun
Lutung Kasarung juga menggambarkan usaha bertani di ladang, berburu di hutan,
dan menangkap ikan di sungai. Gambaran kesejahteraan hidup diantaranya
dihubungkan dengan kecukupan pangan, yaitu leuit kaeusi, huma kaomean (lumbung
padi terisi, ladang tergarap) –Siksakandang Karesian.
Berkaitan
dengan mengejar kemajuan lahiriah, bukan hany tentang menjaga kesehatan,
tersedianya sandang, pangan, dan papan, manusia juga memerlukan keturunan
dengan jalan pernikahan, kepemilikan harta benda yang perlu dipelihara, serta
kedudukan yang diperoleh. Semua itu tidak datang dengan sendirinya tetapi hasil
dari usaha dengan bekerja keras dan menggunakan segala kemampuan, tidak
menggantungkan diri kepada orang lain.
Keberhasilan
mengejar kesejahteraan lahiriah juga ditentukan oleh kehematan tidak boros atau
membuang-buang apa yang telah diperoleh, hidup sederhana, mengukur keperluan
dan keinginan dengan penghasilan yang nyata.
Selain kepuasan
lahiriah, ada juga kepuasan batiniah yang harus dicapai, diantaranya yang
berkaitan dengan kehendak untuk menjadi orang yang bermartabat mulia, kehidupan
spiritual dan moral (pencarian akan kesempuenaan dan kebenaran untuk mencapai
kedamaian rohaniah), serta kepuasan estetis. Orang Sunda mendambakan kehidupan
yang tewujud serasi, menimbulkan kepuasan rasa. Tradisi lisan dan tradisi
sastra yang dijadikan sampel adalah juga karya-karya yang menunjukkan keindahan
dalam perwujudannya.
Kepuasan
batiniah juga berhubungan dengan aspek lainnya, seperti kepuasan dalam hidup
bermasyarakat. Seseorang ingin menjadi orang yang terpandang dan dihormati oleh
sesamanya.
Kesejahteraan
hidup dapat diperoleh jika segala keperluan yang dikejar itu dapat membawa
kemuliaan bagi dirinya, masyarakatnya, lingkungan alamnya, serta bagi
pengabdiannya kepada Tuhan.
Untuk
mengetahui tujuan hidup yang baik serta bagaimana mencapainya, menurut orang
Sundadiperlukan guru (pengajar –ajaran, atau Tuhan Yang Maha Esa yang digelari
Guru Hyang Tunggal –Guriang Tunggal). Fungsi guru adalah menuntun manusia agar
mendapat keterangan yang benar. Oleh karena itu, berguru, belaja dan menempuh
pendidikan, merupakan suatu keharusan. Bakat yang baik pun jika tidak dididik
maka tidak akan berkembang.
Orang Sunda
beranggapan bahwa orang harus pula menaati ajaran-ajaran yang telah ada sejak
zaman dahulu ysng disampaikan oleh ibu, bapak, bahkan kakek buyut. Ajaran
tersebut minimal memiliki fungsi sebagai pedoman yang menuntun seseorang dalam
perjalan hidupnya, sebagai kontrol sosial terhadap hasrat-hasrat yang timbul
dalam diri seseorang, serta sebagai suasana di dalam lingkungan tepat seseorang
tumbuh dan dibesarkan, yagn tanpa disadari telah meresap ke dalam diri orang
tersebut.
Untuk bisa sampai pada tujuan hidup yang dikejarnya,
orang Sunda berusaha agar semua dorongan hasrat kemampuan yang bersumber dalam
dirinya dan kekuatan yang bersumber di luar dirinya, menjadi faktor penunjang
semaksimal mungkin dan menjadi faktor penghambat seminimal mungkin. Orang Sunda
beranggapan bahwa lingkungan alam akan memberikan manfaat yang maksimal kepada
manusia, jika dijaga dan dirawat kelestariannya serta dipergunakan secukupnya.
Orang Sunda juga yakin ada kekuatan super natural yang paling tinggi yaitu
Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan menentukan segalanya dan hanya kepada-Nya menusia
berbakti dan mengabdi sesungguh-sungguhnya.
0 komentar:
Posting Komentar