Minggu, 02 Desember 2018

Resume | Buku Pandangan Hidup Orang Sunda seperti Tercermin dalam Tradisi Lisan dan Sastra Sunda


Dalam buku hasil penelitian ini mengambil sumber data dari ungkapan tradisional, cerita pantun Lutung kasarung, Sanghyang siksa kandang Karesian, Sawer Panganten, roman Pangeran Kornel dan Mantri Jero.

Dari kelima sumber data tersebut terdapat perbedaan terutama dirasakan terletak pada lapisan masyarakat yang mana yang dijadikan sasaran oleh masing-masing sumber datanya. Pantun Lutung Kasarung dan novel Pangeran Kornel serta Mantri Jero sasarannya lebih diarahkan kepada lapisan masyarakat golongan pengusa. Sementara Sanghyang Siksakandang Karesian, sawer panganten, dan ungkapan tradisional, nampaknya lebih bebas dari ikatan pelapisan masyarakat dan lebih berlaku umum.

Perbedaan penting lainnya ialah bahwa sumber-sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini bentuknya bermacam-macam. Cerita Lutung Kasarung disajikan dalam bentuk narasi yang dibawakan oleh tukang pantun. Siksakandang Karesian disajikan dalam bentuk himpunan aturan, cerita Pangeran Kornel dan Mantri Jero disajikan dalam bentuk novel. Sawer panganten disajikan dalam bentuk puisi. Dan, ungkapan tradisional daerah jawa barat disajikan dalam bentuk kumpulan sejumlah ungkapan tradisional.


  • Tentang manusia sebagai pribadi

Berdasarkan kelima sumber data tersebut, dapat diidentifikasikan dua pola pandangan hidup orang sunda tentang manusia sebagai pribadi.

Pola I
Pandangan hidup orang sunda menurut pola I, membagi manusia ke dalam dua golongan yaitu golongan penguasa dan golongan rakyat (balarea). Tentang bagaimana seseorang bisa mencapai wujud kehidupan yang baik dan dicita-citakan oleh orang Sunda, akan tergantung pada kedudukannya apakah ia termasuk golongan penguasa ataukah termasuk golongan balarea.

Dasar utama pandangan hidup pola I adalah keyakinan yang kuat pada kekuasaan Tuhan dan pada nasib. Keyakinan yang kuat dirumuskan dengan jelas di dalam cerita pantun Lutung Kasarung yang diucapkan oleh Purbasari kepada Purbararang (132-136): “mana hoerip koe goestina, mana waras koe Alahna, waloeja ti koedratna, teu beunang dipake kahajang, dipake kaemboeng.” (Makanya hidup karena Tuhan, makanya sehat karena Allah, selamat dari kudrat-Nya, tak bisa jadi kehendak, jadi kengganan).

Seseorang dari golongan penguasa, di samping yakin pada kekuasaan Tuhan dan pada nasib, harus pula memiliki percaya diri dan memiliki prinsip hidup agar ia mampu berpikir dinamis dan menampilkan tingkah laku yang sabar, tabah, serta mudah memaafkan kesalahan orang lain, sehingga bisa mendapai apa yang dikejarnya dalam hidup. Sebagai contoh, terlukis dengan jelas pada sikap Purbasari yang diungkapkan pada Lengser ketika ia sampai di tempat pembuangannya (187-192): “Mama Lengser, teu tarima diboeang, tarima dititah tapa, kadjeun nalangsa ajeuna, soegan mapahat djadjaga, da koe nagara dipista” (Bapak Lengser, tidak saya terima sebagai dibuang, melainkan saya terima sebagai disuruh bertapa, biarlah bersedih kini, mudah-mudahan bahagialah nanti, karena sekarang tak disukai oleh (penguasa). Dari upacan itu, tercermin cara berpikir Purbasari yang dinamis, yaitu bahwa dengan dibuang, maka ia mendapat kesempatan untuk bertapa. Sedangkan bertapa adalah salah satu tahap yang harus dijalani oleh seorang calon penguasa yang baik (prinsip hidup).

Agak berbeda halnya dengan seseorang dari golongan balarea. Di samping yakin pada Tuhan dan pada nasib, ia harus memiliki semangat pengabdian yang tinggi agar menjadi seorang pengabdi yang patuh dan taat serta menampilkan tingkah laku sabar, tabah, dan mudah memaafkan kesalahan orang lain. sikap dan penampilan seorang pengabdi seperti itu, biasa membawa dirinya kepada apa yang dikejar dalam hidupnya. Sebagai contoh, pengalaman Aki Panyumpit yang diungkapkan kepada istrinya (995-997): “bati boedi ladang kaja, koemawoela di nagara, lila-lila manggih bagdja” (laba budi pendapatan kaya, mengabdi pada negara lama-lama menemukan bahagia).

Pola II
Padangan hidup orang Sunda pola II, memberi kesan berlaku umum, tidak membedakan apakah seseorang termasuk golongan penguasa atau bukan, atau golongan-golongan lainnya.

Seperti halnya pada pola I, demikian juga pada pola II, yakin pada kekuasaan Tuhan merupakan dasar utama dari pandangan hidup orang Sunda.

Seseorang yang yakin pada kekuasaan Tuhan serta memiliki hasrat belajar dan menguasai ilmu, apabila disertai sifat-sifat pribadi seperti cerdas, berani, jujur, waspada, bersih hati, teguh hati, senantiasa memahami dan memperhatikan orang lain, maka tingkah lakunya sopan, mampu melahirkan keputusan-keputusan yang bijaksana dan adil, penampilan dan hidupnya senantiasa sederhana tidak berebih-lebihan, dan sikapnya senantiasa rendah hati. Semua karakteristik pribadi itu yang digenapi oleh sifat-sifat pelengkap seperti cermat, teliti, rajin, tekun, bersemangat, perwira, terampil, cekatan, cukup sandang dan dapat memlhara kesehatan, bisa membawa pemiliknya ke wujud hidup yang baik yang dicita-citakan oleh orang Sunda.

Hasrat belajar dan menguasai ilmu sangat penting bagi orang Sunda. Tidak hany terbatas hanya pada ilmu pengetahuan saja, melainkan juga ilmu lain seperti ilmu menanam padi dan memelihara ikan. Cara belajar yang paling banyak dikemukakan adalah mencontoh yang baik, di samping belajar dari pengalaman, buku, dan bertanya kepada ahlinya.

Sikap sopan menduduki tempat yang sangat penting, terutama mengenai sopan dalam tutur kata (berbicara tidak banyak tapi menarik, kata-katanya halus, dan tidak menyinggung perasaan orang lain), sopan dalam tata-cara (rapi berpakaian di hadapan orang lain, berjalan tidak mendahului orang yang dihormati, kalau bertamu jangan terlalu lama), serta sopan dalam gerak-gerik. 

Dalam Siksakandang Karesian, dijelaskan juga tentang kesederhanaan. “Bila kita berladang atau bersawah, sekedar jangan sengsara, berkebun sekedar jangan memetik sayuran di ladang milik orang, memelihara ternak sekedar jangan hanya membeli atau menukar dengan barang, memiliki perkakas sekedar jangan meminjam, selimut dan pakaian jangan kekurangan, makan dan minum pun jangan kekurangan”. Ringkasnya kita berusaha memiliki sesuatu bukan untuk kemewahan, melainkan sekedar untuk mencukupi keperluan kita sehari-hari. Selain itu ciri khas orang Sunda adalah berani, yaitu berani sendirian dalam melakukan tindakan atau menempuh resiko.


  • Tentang Manusia dengan Mayarakat

Pandangan hidup orang Sunda berkenaan dengan hubungan manusia dengan masyarakat beraku pada tiga tataran, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat luas, dan lingkungan kekuasaan negara.

-          Lingkungan Keluarga

Dalam ungkapan tradisional: Anak harus menghormati kedua orang tuanya; saling tolong-menolong dan saling memaafkan sesama kerabat; anak jangan berperilaku buruk karena akan memburukkan nama orang tuanya; selalu ingat tempat kelahirannya dan pulang kembali ke kampung halaman untuk tinggal bersama kaum kerabatnya; jangan mementingkan diri sendiri.

Dalam Cerita Pantun Lutung Kasarung: betatapun buruknya saudara, tetapi saudara yang lebih tua harus dihormati, disayangi, dimaafkan, dan diindahkan suruhannya.

Dalam Siksakandang Karesian: tata cara mengambil perempuan untuk dijadikan istri harus dijalankan sebaik-baiknya; suami harus bertanggung jawab terhadap istrinya; jangan memperistri perempuan yang berperangai buruk; orang tua tidak boleh menikahkan anaknya yang masih di bawah umur; harus berguru kepada siapapun dalam lingkungan keluarga tanpa memandang usia; anak jangan melupakan orang tua meskipun sedang sibuk.

Dalam puisi sawer: suami harus bertanggung jawab terhadap istrinya; suami harus memimpin dan memberi pendidikan kepada istrinya, mengerti dan memahami perilaku istrinya, bertenggang rasa; istri jangan dibiarkan liar; suami jangan menyakiti hati atau seenaknya meceraikan istri; istri harus patuh dan setia kepada suami; istri harus serasi, seiya-sekata dengan suami dalam suka-duka, dan jangan meninggalkan rumah jika suami sedang bepergian; istri tidak boleh sembunyi-sembunyi dari suaminya, membohongi, dan membelakanginya.

Dalam roman Pangeran Kornel dan Mantri Jero: seorang keturunan bangsawan harus meneruskan dan setia kepada tradisi leluhurnya, menjada martabat kebangsawanannya, dan menjaga keturunan leluhurnya; bangsawan harus saling membela sesama kerabatnya dan rela kerabatnya kena hukuman jika melakukan kesalahan; bangsawan yang menderita dapat meminta pertolongan kepada bangsawan yang besar pengaruhnya dengan membaktikan diri.

Lingkungan Masyarakat Luas 




Dalam ungkapan tradisional: pergaulan antara sesama manusia dalam hidup bermasyarakat harus dilandasi sikap silih asah, silih asih, silih asuh (saling mengasihi, saling meningkatkan kepandaian dalam berlomba mengejar kebaikan, dan saling mendidik); harus saling menghargai, bersopan santun, setia dan jujur; menghindari perselisiahan dan penghasutan; jangan memancing keresahan dan menyinggung perasaan orang lain; jangan mementingkan kepentingan diri sendiri.

Dalam cerita pantun Lutung Kasarung: dengan didasari kepercayaan bahwa kemegahan dan gemerlap lahiriah, kemewahan harta, dunia hasil kecurangan, dan tipu daya tak akan tahan lama, dan kemenangan akan berada pada mereka yang jujur, berhati bersih, tabah, sabar, dan prihatin.

Dalam Siksakandang Karesian: menjaga diri supaya tidak mendengar, melihat, dan menikmati sesuatu yang dapat mendatangkan keburukan pada manusia; jangan asal bicara, sembarang ambil, san sembarang injak; orang yang dituakan atau dimuliakan harus didahulukan dan dihormati; harus setia kepada bidang pekerjaan masing-masing; jangan tergoda sesuatu yang sekedar mengenyangkan perut; menjaga kebersihan, berpakaian rapi dan jangan mencemari lingkungan alam.

Puisi sawer: saat upacara perkawinan adalah saat untuk menyampaikan ajaran-ajaran tentang bagaimana hidup bertetangga dalam lingkungan masyarakat, selain daripada ajaran tentang hidup berumah tangga.

Dalam roman Pangeran Kornel dan Mantri Jero: kemuliaan sejati hanya dapat tercapai jika manusia hidup rukun, damai, aman, dan tentram dalam masyarakat; mengutamakan kerelaan daripada paksaan; mendahulukan yang tua dan yang patutu dihormati; sebaiknya orang saling mengalah dalam hidup dan penuh tenggang rasa.

-        Lingkungan Kekuasaan Negara

Dalam ungkapan tradisional: tiap orang harus menjunjung tinggi hukum, taat pada undang-undang negara, dan jangan berlawanan dengan mufakat orang banyak.

Dalam cerita pantun Lutung Kasarung: keabsahan formal perintah penguasa didasarkan atas kepercayaan bahwa raja (penguasa) adalah negara, raja dianggap punya kekuatan supernatural yang tak dimiliki oleh rakyat biasa; kesewenangan, ketidakadilan, kekerasan, dan kekejaman penguasa negara bukanlah perbuatan yang mulia sehingga tidak boleh ada dalam kehidupan bernegara.

Dalam Siksakandang Karesian: berkehidupan bernegara adalah semata-mata hubungan atasan-bawahan yang didasari olrh hierarki baktti berbakti; bersikap sopan dan hormat di hadapan penguasa negara dan orang yang patut dimuliakan; jangan menolak perintah negara yang diucapka oleh raja.

Dalam roman Pangeran Kornel dan Mantri Jero: terdapat mitos ahwa hanya orang yang berdarah bangsawan saja yang ditakdirkan punya hak untuk memerintah atau menjadi penguasa negara; ketaatan dan kesetiaan rakyat kepada negara sebagian ditentukan oleh mitos tersebut, dan sebagian lagi ditentukan oleh perilaku penguasa itu sendiri; penguasa adalah abdi masyarakat, rakyat adalah abdi negara.

Ringkasnya, pandangan orang Sunda tentang manusia dengan masyarakat adalah: harmoni, kerukunan, kedamaian, dan ketentraman menduduki peringkat utama dalam rutan kebutuhan untuk hidup bersama dalam masyarakat.


  • ·     Tentang Manusia dengan Alam

Ungkapan tradisional: terdapat beberapa ungkapan tradisional, diantaranya manuk hiber ku jangjangna, jalma hirup ku akalna (burung terbang dengan akalnya, manusia hidup dengan akalnya), jawadah tutung biritna sacarana-sacarana (juadah hangus pantatnya menurut caranya masing-masing), leutik ringkang gede bugang (kacil langkah besar bangkai).

Dari ungkapan tersebut, dijelaskan bahwa orang Sunda memiliki pandangan bahwa alam dapat diatur sebagaimana mereka telah mempelajarinya untuk memanfaatkan alam itu dalam bentuk-bentuk atau situasi tertentu agar kelangsungan hidup terjamin. Pengaturan oleh manusia memiliki batasan karena ada kesadaran terhadap pengaturan yang lebih, sehingga terbentuk kearifan.

Lutung Kasarung: “bisina nerus nurutus, bisina narajang alas; palias nerus nurutus, palias narajang alas” 13-16 (janganlah sampai terus saja, jangan sampai menerjang hutan; janganlah terus saja, hindarkanlah menerjang hutan). Pengenalan yang baik terhadap lingkungan alam akan menjadikan seseorang mengetahui manfaat lingkungan alam, karena itusebaiknya lingkungan alam dijaga dan dipelihara.

Jalanna kana nunuk anu jenuk, kana malaka nu rea, dug ka peundeuy ageung, sato jenuk mangka taraluk” (jalannya melalui pohon nunuk yang lebat, pada pohon malaka yang banyak, sampai pada pohon peundeuy besar, semua binatang pada tunguk). Setiap gerak yang hidup di lingkungan alam ada waktu dan aturannya. Manusia perlu pengetahuan tentang lingkungan alam dalam upaya melakukan huungan timbal balik dengan alam.

Siksakandang Karesian: alam akan tampak gelap jika manusia tidak belajar dari guru. Elajar itu perlu untuk mengetahui segala sesuatu dan dapat mengatur diri di alam ini. Mengenal lingkungan alam dengan baik serupa dengan mengenal diri sendiri, sedangkan kebersihan merupakan bagian dari pengenalan tersebut.
Puisi sawer: puisi sawer tidak secara langsung mengemukakan pandangan hidup tentang hubungan manusia dengan alam, karena bertujuan yang spesifik, yaitu memberi wejangan bagi pasangan yang menikah. Kontrak sosial dari perkawinan itu dapat dipandang sebagai bagian dari keteraturan jagat raya dengan para penghuninya, atau sekurang-kurangnya dalam kehidupan lingkungan sosial.

Pangeran Kornel dan Mantri Jero: alam mendatangkan rasacinta kepada tempat mula dalam proses kehidupannya, hal itu menjadi dasar utama cinta tanah air. Alam dilihat dari dua kategori, alam nyata dan alam tak nyata yang mempengaruhi proses kehidupan manusia. Ada juga hubungan mistis antara kehidupan di dua alam tersebut, seperti kepercayaan pada uga, kila-kila, wawales.


  • Tentang Manusia dengan Tuhan

Dari kelima sumber data tersebut, ada kesimpulan pandangan orang Sunda tentang manusia dengan Tuhan, diantaranya: (1) kepercayaan kepada adanya Tuhan; (2) kepercayaan bahwa Tuhan itu Maha Esa; (3) keterangan tentang sifat dan kekuasaan Tuhan; (4) kewajiban manusia kepada Tuhan; dan (5) tuntunan kebajikan kepada Manusia.

  • Tentang Manusia dalam Mengejar Kemajuan Lahiriah dan Kepuasan Batiniah
Dalam hal lahiriah, tubuh adalah suatu yang harus dipelihara. Salah satu syarat kesejahteraan hidup adalah badan yang sowe waras (hidup sehat). Dengan tubuh yang sehat dapat diusahakan untuk mencapai harapan heubeul hirup (berusia panjang).

Keperluan bagi tubuh agar tetap berfugsi adalah makanan. Seperti dalam ungkapan “mun teu ngoprek moal nyapek, mun teu ngakal moal ngakeul, mun teu ngarah moal ngarih” (jika tidak berbuat sesuatu tidak dapat mengunya, jika tidak menjalankan akal dan mencari tidak akan dapat mengaduk nasi). Sehubungan dengan itu, usaha pertanian, peternakan, dan ebagainya, sebagai upaya mencukupi kebutuhan pangan adalah hal yang banyak diamanatkan, misalnya kepada pengantin.

Cerita pantun Lutung Kasarung juga menggambarkan usaha bertani di ladang, berburu di hutan, dan menangkap ikan di sungai. Gambaran kesejahteraan hidup diantaranya dihubungkan dengan kecukupan pangan, yaitu leuit kaeusi, huma kaomean (lumbung padi terisi, ladang tergarap) –Siksakandang Karesian.

Berkaitan dengan mengejar kemajuan lahiriah, bukan hany tentang menjaga kesehatan, tersedianya sandang, pangan, dan papan, manusia juga memerlukan keturunan dengan jalan pernikahan, kepemilikan harta benda yang perlu dipelihara, serta kedudukan yang diperoleh. Semua itu tidak datang dengan sendirinya tetapi hasil dari usaha dengan bekerja keras dan menggunakan segala kemampuan, tidak menggantungkan diri kepada orang lain.

Keberhasilan mengejar kesejahteraan lahiriah juga ditentukan oleh kehematan tidak boros atau membuang-buang apa yang telah diperoleh, hidup sederhana, mengukur keperluan dan keinginan dengan penghasilan yang nyata.

Selain kepuasan lahiriah, ada juga kepuasan batiniah yang harus dicapai, diantaranya yang berkaitan dengan kehendak untuk menjadi orang yang bermartabat mulia, kehidupan spiritual dan moral (pencarian akan kesempuenaan dan kebenaran untuk mencapai kedamaian rohaniah), serta kepuasan estetis. Orang Sunda mendambakan kehidupan yang tewujud serasi, menimbulkan kepuasan rasa. Tradisi lisan dan tradisi sastra yang dijadikan sampel adalah juga karya-karya yang menunjukkan keindahan dalam perwujudannya.

Kepuasan batiniah juga berhubungan dengan aspek lainnya, seperti kepuasan dalam hidup bermasyarakat. Seseorang ingin menjadi orang yang terpandang dan dihormati oleh sesamanya.
Kesejahteraan hidup dapat diperoleh jika segala keperluan yang dikejar itu dapat membawa kemuliaan bagi dirinya, masyarakatnya, lingkungan alamnya, serta bagi pengabdiannya kepada Tuhan.

Untuk mengetahui tujuan hidup yang baik serta bagaimana mencapainya, menurut orang Sundadiperlukan guru (pengajar –ajaran, atau Tuhan Yang Maha Esa yang digelari Guru Hyang Tunggal –Guriang Tunggal). Fungsi guru adalah menuntun manusia agar mendapat keterangan yang benar. Oleh karena itu, berguru, belaja dan menempuh pendidikan, merupakan suatu keharusan. Bakat yang baik pun jika tidak dididik maka tidak akan berkembang.

Orang Sunda beranggapan bahwa orang harus pula menaati ajaran-ajaran yang telah ada sejak zaman dahulu ysng disampaikan oleh ibu, bapak, bahkan kakek buyut. Ajaran tersebut minimal memiliki fungsi sebagai pedoman yang menuntun seseorang dalam perjalan hidupnya, sebagai kontrol sosial terhadap hasrat-hasrat yang timbul dalam diri seseorang, serta sebagai suasana di dalam lingkungan tepat seseorang tumbuh dan dibesarkan, yagn tanpa disadari telah meresap ke dalam diri orang tersebut. 

Untuk bisa sampai pada tujuan hidup yang dikejarnya, orang Sunda berusaha agar semua dorongan hasrat kemampuan yang bersumber dalam dirinya dan kekuatan yang bersumber di luar dirinya, menjadi faktor penunjang semaksimal mungkin dan menjadi faktor penghambat seminimal mungkin. Orang Sunda beranggapan bahwa lingkungan alam akan memberikan manfaat yang maksimal kepada manusia, jika dijaga dan dirawat kelestariannya serta dipergunakan secukupnya. Orang Sunda juga yakin ada kekuatan super natural yang paling tinggi yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan menentukan segalanya dan hanya kepada-Nya menusia berbakti dan mengabdi sesungguh-sungguhnya.

0 komentar:

Posting Komentar