Aku terpaku menatap
pemandangan di luar. Kulihat seorang anak yang kira-kira berusia lima
tahun tengah berlari dengan riang di bawah rintik hujan, melompat di
setiap genangan air yang terdapat pada cekungan rerumputan. Aku bisa
melihat betapa bahagianya anak itu.
“Kak Sinta, ayo sini! Kita hujan-hujanan. Asik, Kak!”
Seorang gadis yang mengenakan jas hujan dengan menenteng sebuah payung kecil menghampiri anak itu.
“Jangan hujan-hujanan, Risya. Nanti kamu sakit. Ayo kita masuk, nanti dicariin ibu.” Sang Gadis manggandeng tangan anak yang bernama Risya itu, membawanya masuk ke rumah mereka sambil memayunginya.
Hujan bertambah deras sedangkan aku sama sekali tidak berniat mengubah posisiku yang masih enggan untuk meninggalkan matahari yang semakin tenggelam di ufuk barat.
Keadaan halaman mulai gelap dan udara dingin terasa begitu menusuk meski hujan telah berhenti sekitar sepuluh menit yang lalu. Aku beranjak dari tempatku duduk, berjalan menuju dapur dengan niat mengambil secangkir cokelat hangat untuk sekedar menghangatkan tubuh.
Ketika melewati ruang keluarga, aku kembali terpaku menyaksikan anak tadi tengah asik menikmati cokelat hangat ditemani kakaknya yang sedang menonton acara televisi yang menayangkan kartun barbie berambut panjang, sementara seorang ibu terlihat tengah sibuk menyiapkan makan malam di meja makan.
“Ayah pulang,” seru seseorang dari arah pintu masuk.
Kedua anak itu serentak berhamburan menuju pintu, menghampiri seorang pria dengan setelan jas kantoran sambil menenteng sebuah tas. wajahnya menyiratkan kelelahan. Namun begitu, dia berusaha menyembunyikan rasa lelahnya dengan tersenyum dihadapan anak-anaknya. Ibu tadi juga ikut menyambut kedatangan sang suami dengan mengambil alih tas dan jasnya.
“Sebentar, ya. Ibu siapkan air hangatnya dulu untuk mandi ayah.” Lelaki itu mangangguk sambil tersenyum lalu menggandeng dua anaknya menuju ruang keluarga.
Tanpa sadar, mataku mulai memburam terhalangi oleh sesuatu yang menggenang di kelopak mataku. Aku tersenyum pahit ketika merasakan buliran air membasahi pipiku saat menyaksikan pemandangan yang begitu membuatku iri. Sepertinya lebih baik aku kembali ke kamar lalu tidur sebelum wajahku semakin basah oleh airmata.
“Kak Sinta, ayo sini! Kita hujan-hujanan. Asik, Kak!”
Seorang gadis yang mengenakan jas hujan dengan menenteng sebuah payung kecil menghampiri anak itu.
“Jangan hujan-hujanan, Risya. Nanti kamu sakit. Ayo kita masuk, nanti dicariin ibu.” Sang Gadis manggandeng tangan anak yang bernama Risya itu, membawanya masuk ke rumah mereka sambil memayunginya.
Hujan bertambah deras sedangkan aku sama sekali tidak berniat mengubah posisiku yang masih enggan untuk meninggalkan matahari yang semakin tenggelam di ufuk barat.
Keadaan halaman mulai gelap dan udara dingin terasa begitu menusuk meski hujan telah berhenti sekitar sepuluh menit yang lalu. Aku beranjak dari tempatku duduk, berjalan menuju dapur dengan niat mengambil secangkir cokelat hangat untuk sekedar menghangatkan tubuh.
Ketika melewati ruang keluarga, aku kembali terpaku menyaksikan anak tadi tengah asik menikmati cokelat hangat ditemani kakaknya yang sedang menonton acara televisi yang menayangkan kartun barbie berambut panjang, sementara seorang ibu terlihat tengah sibuk menyiapkan makan malam di meja makan.
“Ayah pulang,” seru seseorang dari arah pintu masuk.
Kedua anak itu serentak berhamburan menuju pintu, menghampiri seorang pria dengan setelan jas kantoran sambil menenteng sebuah tas. wajahnya menyiratkan kelelahan. Namun begitu, dia berusaha menyembunyikan rasa lelahnya dengan tersenyum dihadapan anak-anaknya. Ibu tadi juga ikut menyambut kedatangan sang suami dengan mengambil alih tas dan jasnya.
“Sebentar, ya. Ibu siapkan air hangatnya dulu untuk mandi ayah.” Lelaki itu mangangguk sambil tersenyum lalu menggandeng dua anaknya menuju ruang keluarga.
Tanpa sadar, mataku mulai memburam terhalangi oleh sesuatu yang menggenang di kelopak mataku. Aku tersenyum pahit ketika merasakan buliran air membasahi pipiku saat menyaksikan pemandangan yang begitu membuatku iri. Sepertinya lebih baik aku kembali ke kamar lalu tidur sebelum wajahku semakin basah oleh airmata.