Selasa, 06 Mei 2014

Cerpen | Memang Jodoh



Mei 2014
Matahari sudah tergelincir sejak tadi tergantikan oleh sang bulan, jarum jam yang melingkar di tanganku pun telah menunjuk ke angka 7. Ingar bingar dari sebuah kota besar mulai terasa. Beberapa orang di sekitar yang tengah asik bersenda gurau dengan pasangannya masing-masing tidak pula menggoyahkanku untuk beranjak dari bangku yang tengah kutempati ini. Ya, beginilah aku sekarang,  duduk termangu di sebuah kursi yang berhadapan langsung dengan sebuah danau, menatap jauh ke arah depan seraya membiarkan anganku melayang mencoba memutar waktu, menelusuri kembali halaman demi halaman memoriku mengenai apa yang pernah terjadi tentang kami, aku dan dia.

Agustus 2009
Hari ini pertama kalinya aku mengenakan seragam putih-abu, itu menandakan aku sudah sah menjadi salah satu bagian –siswa– di sekolah kejuruan ini. Aku tak tahu apa yang kurasakan saat ini, apakah aku harus senang atau malah merasa sedih karena berada di jurusan yang seringkali dipandang remeh oleh orang-orang.
Meskipun sedikit terdengar aneh, tapi bukankah tidak ada salahnya jika seseorang mempunyai mimpi yang tidak masuk akal sekalipun. Bahkan seorang Edison yang dianggap memiliki keterbelakangan pun mampu mewujudkan impiannya yang seringkali ditertawakan oleh orang-orang.

Oktober 2009
Ini bulan ke dua aku mengikuti kegiatan Forum Remaja Islam yang merupakan salah satu ekstrakurikuler yang ada di sekolahku. Aku masuk ke forum ini karena ketertarikanku dalam mempelajari agama Islam, terlebih untuk menambah keimananku. Disamping itu, aku juga sengaja menyibukkan diri untuk mengalihkan kepenatan akibat cibiran orang-orang yang ditujukan kepadaku.
Biasanya aku selalu fokus memperhatikan ketika kakak senior menyampaikan materi, tetapi hari ini tidak seperti itu. Ketika sedang memperhatikan materi yang disampaikan, seorang lelaki yang tiba-tiba duduk di jajaran senior berhasil membuatku mengalihkan perhatian dari apa yang seharusnya aku perhatikan. Entah mengapa aku begitu tertarik pada lelaki tersebut. Siapa dia? Kenapa aku baru melihatnya? Bermacam pertanyaan muncul di pikiranku. Tanpa sadar aku merasakan ribuan kupu-kupu berterbangan di perutku, dan itu membuat pipiku terasa menghangat. Apakah ini namanya cinta pada pandangan pertama? Ah tidak mungkin, aku hanya merasa penasaran saja kepadanya. Tapi kenapa ini berbeda? Astaga apa yang terjadi padaku. Kenapa mataku seakan menolak perintah otak yang menyuruh untuk berhenti memperhatikan lelaki itu? Untungnya sebelum ketahuan melamun, aku berhasil memusatkan kembali perhatianku pada materi yang disampaikan meskipun separuh pikiranku masih betah pada objek yang membuatnya teralihkan tadi.
Setelah pertemuan forum berakhir Ratna –teman sekelasku– tiba-tiba menghadang langkahku kemudian menatapku dengan pandangan yang menelisik.

Sajak | Sekolah "Saat Ini"


Sekolah tempat terbaik untuk tumbuh
Guru, teladan utama yang patut ditiru dan digugu
Semua baik mulai dari logika, etika dan estetika
Sayangnya kini semua itu hanya bualan semata
Ilmu pengetahuan yang kami perlukan
Kini dimonopoli di pabrik pengetahuan

Sebagian dari guru, mereka munafik
Menyuruh berbuat baik tapi kesehariannya jauh dari definisi baik
Formalitas, itu hal biasa
Menyuruh menanam tapi hanya dengan benih yang tersedia
Selalu bergosip bukan tentang pelajaran
Mengajar dengan kekesalan sampai melampiaskan kemarahan

Pakaian seragam penghindar diskriminasi
Nyatanya sepatu dan gadget masih membatasi
Haruskan kuasai semua pelajaran karna penting ‘tuk masa depan
Nyatanya guru bahasa tak pahami hukum percepatan
Tidak ada pekerjaan yang butuh semua kemampuan
Seorang sastrawan tidak harus berkemampuan milik fisikawan

“Kalian angkatan terburuk sepanjang sekolah ini didirikan”

Sajak | Salahkah?


Aku Zahra si gadis jingga
Yang hidup di batas realita
Hingga Tuhan mendatangkannya
Sosok indah yang mempesona

Lewat tingkahnya yang menawan
Dia hadir di setiap bagian
Ku lontarkan banyak pujian
Hingga terselip sebuah ujian

Pria itu membawa cinta
Cinta buta yang menoreh luka
Bila cinta berujung duka
Indahnya cinta jadi ilusi semata

Aku bumi dan dia matahari
Terlampau jauh ‘tuk didekati
Meski perbedaan begitu membatasi
Namun salahkah rasa ini?


23 April 2014