Engkau,
kobar pesona tanpa redup,
membuatku yang gigil ingin berdiang.
Sebab hangatnya menjembatani rasa,
kemudian mewujud angan.
Oh, jantungku berdegup kencang.
Sesaat setelah kau ucap sebuah nama,
seketika detaknya berhenti.
Anganku terhenti.
Engkau,
kobar pesona tanpa redup,
menjadikanku si bisu ingin memekik.
Meminta tolong.
Ketika semakin terasa panas,
oh, aku tak kuasa menahannya.
Seperti api dalam sekam;
mencinta dalam bungkam
adalah cara bunuh diri paling kejam.
Dan pada akhirnya,
api padam puntung hanyut.
Ya, tentang engkau dan aku
--bukan tentang kita—
Engkau,
kobar pesona tanpa redup.
Sedang aku,
arang yang terbakar sampai binasa.
Yang tersisa?
hanyalah abu...
Bandung, 10 November 2015
0 komentar:
Posting Komentar