Selasa, 16 Februari 2016

Prosa Liris | Memori tentang Alun-Alun Kutoarjo



Diantara malam yang bertabur bintang. Hitamnya menjadi saksi akan kenangan yang tak ingin terkikis waktu.
Dua anak kecil berkejaran mengitari beringin tua di tengah hamparan rumput hijau. Teringat kembali akan momen tertentu dimana kita merengek untuk bisa datang ke pasar malam. Atau saat harus menahan kantuk demi sebuah pertunjukan pesta kembang api yang ikut mewarnai hitamnya malam tahun baru. Juga ketika singgah di pendopo untuk sekadar mengusir letih.
Waktu...
Waktu merupakan rangkaian perjalanan yang dinamis tanpa dapat di tahan satu detik pun. Seiring waktu berjalan, semua mulai berubah. Dua anak kecil tumbuh jadi remaja yang jarang bersua.
Pernah suatu senja,
kudatangi tempat yang dulu pernah jadi tempat favorit kita.
Sayangnya semua tak lagi sama karna hanya aku sendiri menikmati senja yang sunyi sampai langit jingga berubah kelabu lalu menghitam.
Diantara lampu-lampu yang berpijar serta pedagang yang mulai buka lapak di trotoar, malam menyulam rindu akan kenangan manis di tengah kota.
Sampai angin letih merintih, kuputuskan untuk beranjak pergi. Sadar jika malam itu tetaplah hitam meski bertabur bintang. Sebab kini dua anak kecil -yang telah remaja- mulai melangkah tak searah, dan waktu ikut berkonspirasi menghalangi kita untuk bersua kembali.
Hey, apakah kau tak rindu akan kenangan itu? Kuharap bisa berkompromi dengan waktu agar kita dapat menikmati malam di Alun-Alun Kutoarjo lagi...
Kutoarjo, kampung halaman yang tak pernah berhenti dirindukan dari Paris van Java dan Venice van Java...

Bandung, 2 November 2015

0 komentar:

Posting Komentar