Sabtu, 22 November 2014

Cerpen | Catatan Alfiyah Bersampul Merah

Humaira Habibi. Nama yang indah, senang mengenalmu. Kau tahu, saat bulan lalu setelah kau memilihku untuk menjadi sahabatmu, perasaanku menjadi seperti ladang bunga di tengah musim semi. Kau membawaku ke kamarmu. Terdapat sebuah rak kayu yang tidak terlalu besar terisi penuh oleh buku-buku dan kitab berkertas kuning. Hingga akhirnya kau menempatkanku untuk berbaring diatas kasur tipis di samping tempatmu tidur.
***
“Humaira, cepat!!” teriakan seorang perempuan yang berdiri menunggumu di depan pintu menggema untuk yang kedua kalinya, menyuruhmu untuk bergegas.
“Iya, sebentar..” balasmu dengan suara yang mampu memekakan telingaku. Kemudian kau menarikku dengan tergesa-gesa hingga detik berikutnya kurasakan tubuhku berguncang karena kau berlari semakin cepat menuju kelas.

Senin, 18 Agustus 2014

Cerpen | Dia Semu Aku Merindu

Aku terpaku menatap pemandangan di luar. Kulihat seorang anak yang kira-kira berusia lima tahun tengah berlari dengan riang di bawah rintik hujan, melompat di setiap genangan air yang terdapat pada cekungan rerumputan. Aku bisa melihat betapa bahagianya anak itu.
“Kak Sinta, ayo sini! Kita hujan-hujanan. Asik, Kak!”
Seorang gadis yang mengenakan jas hujan dengan menenteng sebuah payung kecil menghampiri anak itu.
“Jangan hujan-hujanan, Risya. Nanti kamu sakit. Ayo kita masuk, nanti dicariin ibu.” Sang Gadis manggandeng tangan anak yang bernama Risya itu, membawanya masuk ke rumah mereka sambil memayunginya.
Hujan bertambah deras sedangkan aku sama sekali tidak berniat mengubah posisiku yang masih enggan untuk meninggalkan matahari yang semakin tenggelam di ufuk barat.
Keadaan halaman mulai gelap dan udara dingin terasa begitu menusuk meski hujan telah berhenti sekitar sepuluh menit yang lalu. Aku beranjak dari tempatku duduk, berjalan menuju dapur dengan niat mengambil secangkir cokelat hangat untuk sekedar menghangatkan tubuh.
Ketika melewati ruang keluarga, aku kembali terpaku menyaksikan anak tadi tengah asik menikmati cokelat hangat ditemani kakaknya yang sedang menonton acara televisi yang menayangkan kartun barbie berambut panjang, sementara seorang ibu terlihat tengah sibuk menyiapkan makan malam di meja makan.
“Ayah pulang,” seru seseorang dari arah pintu masuk.
Kedua anak itu serentak berhamburan menuju pintu, menghampiri seorang pria dengan setelan jas kantoran sambil menenteng sebuah tas. wajahnya menyiratkan kelelahan. Namun begitu, dia berusaha menyembunyikan rasa lelahnya dengan tersenyum dihadapan anak-anaknya. Ibu tadi juga ikut menyambut kedatangan sang suami dengan mengambil alih tas dan jasnya.
“Sebentar, ya. Ibu siapkan air hangatnya dulu untuk mandi ayah.” Lelaki itu mangangguk sambil tersenyum lalu menggandeng dua anaknya menuju ruang keluarga.
Tanpa sadar, mataku mulai memburam terhalangi oleh sesuatu yang menggenang di kelopak mataku. Aku tersenyum pahit ketika merasakan buliran air membasahi pipiku saat menyaksikan pemandangan yang begitu membuatku iri. Sepertinya lebih baik aku kembali ke kamar lalu tidur sebelum wajahku semakin basah oleh airmata.

Selasa, 17 Juni 2014

Sajak | Menggenggam Rindu



Bibirku masih saja bungkam
Sesekali terucap decak dan gumam
Memandangi mentari yang ‘kan terbenam
Mengenang kisah yang pernah tertanam

Dahulu dan sekarang berbeda
Yang dulu ada kini t’lah tiada
Begitu pula cerita yang tercipta
Benarkah kini telah terlupa?

Tubuhku terlampau kebas
Dan mata mulai memanas
Hingga jiwa dari raga terlepas
Kenangan tentangmu ‘kan terus membekas

Tubuh semakin gelisah
Dan wajahku mulai membasah
Meski kau lupakan semua kisah
Tapi cinta t’lah mengukir sejarah

April 2014

Sajak | Koruptor



Iblis berjas iblis berdasi
Bertingkah lugu nyatanya tak tahu malu
Laksana serigala berbulu domba
Nurani diutupi, harta haram terus digali
Ngakunya beragama ternyata topeng belaka
Berilmu tinggi tapi dipakai ‘tuk membodohi
Manusia bejat miskinkan bangsa
Tak mau peduli, keadilan bisa dibeli
Itulah iblis berjas dan iblis berdasi
Berpendidikan tapi tak punya iman
Uang dan jabatan dibangga-banggakan
Tak tahukah kelak hukum Tuhan ‘kan berjalan

April 2014

Selasa, 06 Mei 2014

Cerpen | Memang Jodoh



Mei 2014
Matahari sudah tergelincir sejak tadi tergantikan oleh sang bulan, jarum jam yang melingkar di tanganku pun telah menunjuk ke angka 7. Ingar bingar dari sebuah kota besar mulai terasa. Beberapa orang di sekitar yang tengah asik bersenda gurau dengan pasangannya masing-masing tidak pula menggoyahkanku untuk beranjak dari bangku yang tengah kutempati ini. Ya, beginilah aku sekarang,  duduk termangu di sebuah kursi yang berhadapan langsung dengan sebuah danau, menatap jauh ke arah depan seraya membiarkan anganku melayang mencoba memutar waktu, menelusuri kembali halaman demi halaman memoriku mengenai apa yang pernah terjadi tentang kami, aku dan dia.

Agustus 2009
Hari ini pertama kalinya aku mengenakan seragam putih-abu, itu menandakan aku sudah sah menjadi salah satu bagian –siswa– di sekolah kejuruan ini. Aku tak tahu apa yang kurasakan saat ini, apakah aku harus senang atau malah merasa sedih karena berada di jurusan yang seringkali dipandang remeh oleh orang-orang.
Meskipun sedikit terdengar aneh, tapi bukankah tidak ada salahnya jika seseorang mempunyai mimpi yang tidak masuk akal sekalipun. Bahkan seorang Edison yang dianggap memiliki keterbelakangan pun mampu mewujudkan impiannya yang seringkali ditertawakan oleh orang-orang.

Oktober 2009
Ini bulan ke dua aku mengikuti kegiatan Forum Remaja Islam yang merupakan salah satu ekstrakurikuler yang ada di sekolahku. Aku masuk ke forum ini karena ketertarikanku dalam mempelajari agama Islam, terlebih untuk menambah keimananku. Disamping itu, aku juga sengaja menyibukkan diri untuk mengalihkan kepenatan akibat cibiran orang-orang yang ditujukan kepadaku.
Biasanya aku selalu fokus memperhatikan ketika kakak senior menyampaikan materi, tetapi hari ini tidak seperti itu. Ketika sedang memperhatikan materi yang disampaikan, seorang lelaki yang tiba-tiba duduk di jajaran senior berhasil membuatku mengalihkan perhatian dari apa yang seharusnya aku perhatikan. Entah mengapa aku begitu tertarik pada lelaki tersebut. Siapa dia? Kenapa aku baru melihatnya? Bermacam pertanyaan muncul di pikiranku. Tanpa sadar aku merasakan ribuan kupu-kupu berterbangan di perutku, dan itu membuat pipiku terasa menghangat. Apakah ini namanya cinta pada pandangan pertama? Ah tidak mungkin, aku hanya merasa penasaran saja kepadanya. Tapi kenapa ini berbeda? Astaga apa yang terjadi padaku. Kenapa mataku seakan menolak perintah otak yang menyuruh untuk berhenti memperhatikan lelaki itu? Untungnya sebelum ketahuan melamun, aku berhasil memusatkan kembali perhatianku pada materi yang disampaikan meskipun separuh pikiranku masih betah pada objek yang membuatnya teralihkan tadi.
Setelah pertemuan forum berakhir Ratna –teman sekelasku– tiba-tiba menghadang langkahku kemudian menatapku dengan pandangan yang menelisik.

Sajak | Sekolah "Saat Ini"


Sekolah tempat terbaik untuk tumbuh
Guru, teladan utama yang patut ditiru dan digugu
Semua baik mulai dari logika, etika dan estetika
Sayangnya kini semua itu hanya bualan semata
Ilmu pengetahuan yang kami perlukan
Kini dimonopoli di pabrik pengetahuan

Sebagian dari guru, mereka munafik
Menyuruh berbuat baik tapi kesehariannya jauh dari definisi baik
Formalitas, itu hal biasa
Menyuruh menanam tapi hanya dengan benih yang tersedia
Selalu bergosip bukan tentang pelajaran
Mengajar dengan kekesalan sampai melampiaskan kemarahan

Pakaian seragam penghindar diskriminasi
Nyatanya sepatu dan gadget masih membatasi
Haruskan kuasai semua pelajaran karna penting ‘tuk masa depan
Nyatanya guru bahasa tak pahami hukum percepatan
Tidak ada pekerjaan yang butuh semua kemampuan
Seorang sastrawan tidak harus berkemampuan milik fisikawan

“Kalian angkatan terburuk sepanjang sekolah ini didirikan”

Sajak | Salahkah?


Aku Zahra si gadis jingga
Yang hidup di batas realita
Hingga Tuhan mendatangkannya
Sosok indah yang mempesona

Lewat tingkahnya yang menawan
Dia hadir di setiap bagian
Ku lontarkan banyak pujian
Hingga terselip sebuah ujian

Pria itu membawa cinta
Cinta buta yang menoreh luka
Bila cinta berujung duka
Indahnya cinta jadi ilusi semata

Aku bumi dan dia matahari
Terlampau jauh ‘tuk didekati
Meski perbedaan begitu membatasi
Namun salahkah rasa ini?


23 April 2014

Sabtu, 15 Maret 2014

Masa Remaja | Psikologi

Sedikit berbagi mengenai psikologi remaja yang saya ketahui. Seperti yang diungkapkan Stanley Hall, masa remaja merupakan masa badai dan tekanan yang dimana pada masa ini seseorang mengalami krisis identitas atau pencarian identitas. Karakteristik yang sedang mencari identitas diri ini seringkali menimbulkan pertentangan-pertentangan pada diri remaja itu sendiri yang akhirnya memunculkan gaya hidup hedonisme, yaitu gaya hidup yang lebih menekankan unsur kesenangan belaka. Disamping itu, masalah yang sering dihadapi pada masa krisis identitas antaralain ketidakpuasan akan diri sendiri yang membuat mereka mempunyai banyak keinginan yang tidak selalu dapat dipenuhi sehingga sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, merokok, dan perilaku makan yang maladaptif. Seperti manusia pada umumnya, remaja pun butuh untuk mengaktualisasikan diri mereka tanpa terus didikte dan bukan hanya kebutuhan materi tetapi juga keinginan merasakan kasih sayang, penghargaan terhadap pekerjaan yang telah dilakukan, bukan hanya cercaan terhadap kesalahan yang mereka perbuat. Tuntutan yang terlalu banyak diberikan juga akan berimbas pada kepribadiannya. Dalam hal ini, peran lingkungan terutama peran orangtua sangat berpengaruh terhadap pembentukan identitas yang nantinya akan membentuk karakter remaja tersebut.

Untitle | Sajak

Aku laksana bulan. Lelaki itu bagai matahari di musim semi Memberi kehangatan bagi jiwa yang lengang Membuatku berharap dengan harapan yang sebenarnya tanpa isi Belakangan, sinarnya serasa sendu Terhalang oleh kumpulan awan berwarna kelabu Oh, pertanda apakah ini? Sialnya, senja datang terlalu cepat saat aku belum sempat menerka jawabannya Kulihat bayangnya semakin menipis di ufuk hari Redup dan semakin redup Aku tersentak saat sinarnya benar-benar hilang ditelan hitamnya malam dan tiba-tiba rasa ngilu datang menyergap bagai beludru yang mengoyak jiwa Oh, lihatlah, betapa menyedihkanya bulan ini.. Dia.. lelaki itu.. Matahari yang tak pernah bisa diraih oleh Sang Bulan

Sabtu, 08 Februari 2014

Mari Saling Menghargai!!

Semua orang pasti tau kan tulisan yang biasa ada di mading ini : "hargailah orang lain kalau kamu ingin dihargai" Nah, menurutku, sejauh ini slogan itu cuma jadi 'sekedar' slogan aja. Mau ditempel sampe bulukan pun akan tetap jadi -sekedar pajangan. Maksudnya? Nih ya coba kita perhatiin. Banyak banget tulisan semacam itu di sekitar kita. Tapi sebanding dengan banyaknya orang yang gak menghargai yang lain sedangkan dirinya ingin selalu dipandang. Mulai dari yang gak seneng ngeliat temennya dapet sesuatu yang membahagiakan, atau sering kita sebut iri. Terus orang yang 'meniru' karya orang lain tanpa izin alias plagiat. Bahkan ada yang membuat orang lain terlihat 'rendah' supaya dirinya nampak 'lebih tinggi'. Gak usah ngingkarin deh, pasti setiap orang pernah ngelakuin itu -termasuk aku sendiri-. Tapi kalau kita gak berusaha mengubahnya, mau sampai kapan 'pajangan' itu tetep jadi pajangan? Oke, kita bisa wariskan 'pajangan' itu untuk anak cucu kita kelak. Tapi apakah kita akan mewariskan 'budaya' yang membuat slogan itu hanya jadi sekedar pajangan juga? Nggak mau kan? Nah, maka dari itu, ayo kita biasakan untuk saling menghargai sesama manusia, itu sih kalau manusia -_-v. Bukan maksud mau soksok'an ngajarin, tapi ayo kita belajar sama-sama ^_~b Always be positive thinking, oke!

Sajak | Aku, Kau dan Cinta

Aku adalah pantai dan kau ibarat ombak Ketika itu aku mengeja angin seumpama cinta Hati adalah penghubung antara kau dengan Tuhanmu dan aku dengan Tuhanku Begitu juga angin sebagai penghubung antara aku denganmu Kadang mempertemukan, tapi juga bisa membuat berjauhan Angin membawamu datang dari luasnya samudera menyatukan perak buihmu dengan emas pasirku Dan kesejukan dirimu yang membara dalam kegersanganku Apakah kau tak melihat! ketika sayap-sayap burung terbang dengan perlahan dan semut menyingkir demi mempersilahkan pasukan Sulaiman Begitu juga aku yang harus sedikit menyingkir Saat kau mulai menyentuh hatiku yang tak tahu malu ini Yang telah memintamu dengan nyata..

Selasa, 14 Januari 2014

Ayo Mencari Ilmu !!



Assalamu`alaikum.. aku mau sharing nih, tentang sekolah dan mencari ilmu..
“Ngapain, sih, kamu sekolah?”
Nah, tidak jarang, kan, kita mendapat pertanyaan seperti itu? Saat kita mendapat pertanyaan seperti itu, sebagian besar jawaban dari kita tentunya untuk belajar atau mencari ilmu. Lalu bagaimana jika kita tiba-tiba mendapat pertanyaan “untuk apa kita mencari ilmu?” Apakah yang akan kamu jawab? Hmm, supaya kita mengetahui, supaya kita tidak dibodohi, supaya pintar, dan lain-lain. Itu jawaban yang benar. Tapi menurutku, aku mencari ilmu karena Rasulullah SAW telah bersabda :
ﻃﻠﺐ اﻟﻌﻠﻢ ﻓﺮﻳﻀﺔ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﻣﺴﻠﻢ ﻮﻣﺴﻠﻤﺔ (رواﻩاﻟﺒﻦﻋﺒﺪاﻟﺒﺮ)
“ Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan muslim perempuan “
(HR. Ibnu Abdil Barr)
Selain itu, mencari ilmu juga bisa memudahkan kita masuk ke Surga Lho. Seperti yang di sebutkan hadits ini :
ﻣﻦ ﺳﻠﻚ ﻃﺮﻳﻖ ﻳﻠﺘﻤﺲ ﻓﻴﻪ ﻋﻠﻢ ﺳﻬﻞ ۱ﻟﻠﻪ ﺑﻪ ﻃﺮﻳﻘﺎ ۱ﻟﻰ ۱ﻟﺠﻨﺔ (رواﻩﺗﺮﻣﺬى)
“ Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari suatu ilmu, niscaya Allah memudahkannya ke jalan menuju Surga.” (HR. Tirmidzi)

Di balik perintah Rasul, mencari ilmu juga merupakan perinta Allah. Kita pasti tahu, kan, kalau Rasulullah tidak berbicara atau bertindak tanpa adanya dasar dari perinta Allah. Lalu perintah Allah yang mana yang menyuruh kita untk mencari ilmu? Perintah itu tertulis dalam Al-Quran surat Al-`Alaq ayat pertama yang merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW.

Pada saat Rasulullah sedang berada di gua Hira,

Coretan Tahun Baru



Senja berlalu begitu cepat
Saat aku belum bisa merajutnya dengan baik
Seketika suara menggelegar memecah keheningan malam
Kilauan-kilauan saling bersautan dengan indahnya

Rintikan air yang berjatuhan dari langit
Ikut pula membelai lembut Sang Bagaskara
Menghiasi senyum sang rembulan meski dia bukanlah bintang
Toh meski bertabur bintang, malam tetaplah hitam

365 angka yang tertera pada kertas di dinding lengkap terlewati
Menyimpan berjuta kisah yang telah berlalu