Senin, 20 Juni 2016

Prosa Liris | Kepada Sahabat



Hai sahabat, yang selalu tertangkap dalam lensa mataku adalah kegembiraan.
Telah kurekam tingkah polahmu lewat tawamu yang renyah, celotehmu yang riuh, matamu yang selalu berbinar dan pelangi yang terbentang pada tiap hadirmu hingga siapapun disampingmu menikmati berwarnanya hari.
Aku bukan jenius yang pandai mengkalkulasikan banyaknya masa yang kita lewati bersama karena kau juga pasti sadari banyaknya digit angka tak cukup mendekripsikan saat-saat yang kita jalani.
Aku sadar akan percik sedih yang kau wujudkan dalam rupa candaan dibalik topeng senyummu. Sayangnya kepekaanku yang selalu datang terlambat membuatmu menelan pil pahit itu sendirian.

Luruh



Seperti sebatang kayu rapuh
Dalam hening senja berselimut kabut
Tak lagi terdengar  gemerisik angin
Oh, Keheningan yang sungguh menakutkan
Sekalipun senja akan segera berlalu
Luruh pula segala asa terhempas angin malam
Terus ku terpaku oleh harapan semu
Hanya bisa menatap ketidakmengertian
Banyak kutulis kesedihanku
Hingga benar-benar terasa kesedihan yang indah
Begitu nikmatnya antara luka berbalut air mata
Hanya kepada-Mu ingin ku meminta
Tolong angkat segala rasa sesak
Agar kembali senyum terrajut...

Rabu, 18 Mei 2016

Warna dan Esensi Kebenaran

Kupikir hidup tidak seperti dualisme papan catur yang hanya ada hitam dan putih.
Barangkali ada jingga yang mengintip di sudut senja;
ada biru yang terhampar di lepas samudera;
ada merah dalam asa yang membara;
ada hijau yang segar ditengah bangunan-bangunan berpagar;
ada kuning cahaya matahari yang tak pernah ingkar janji;
ada merah muda pada hati yang tengah berbunga;
ada ungu yang memisahkan gelap dan terang;
ada abu-abu yang
masih tak tahu tempatnya berada.
Jadi, maksudku,
kupikir manusia tidak benar-benar tahu apa yang benar-benar benar,
dan tidak benar-benar tahu apa yang benar-benar salah.
Kupikir aku salah satu manusia itu.
Barangkali yang kubicarakan adalah benar, atau yang kauketahui itu tidak benar.
Tapi bisa jadi yang kauketahui adalah benar, atau yang kubicarakan ini tidak benar.
Jadi, maksudnya, apa esensi benar atau salah?
Entahlah, kupikir aku sedang belajar mengeja warna...

Untitle





Tempatku berada begitu temaram.
Terbata-bata layaknya si buta yang mengeja lentera.
Aku masih terbata; mengeja tentang kewajiban, tentang hak, tentang asas, tentang acuan yang kadang berstandar ganda;
Tentang makna.
Adakah harapan dalam jelaga yang menikam?
Berharap datang selaksa cahaya.
Oh, bagaimana cara menafsirkannya?

Agent of Change dan Sampah yang Terlantar



Agent of Change,” katanya
Tapi saat nongkron, dengan santai menghisap lintingan tembakau
Tak mau peduli orang lain punya hak hirup udara bersih
Setelahnya, puntung rokok dilempar, diinjak, ditinggal pergi
Oh, malangnya...

“Ingin wujudkan revolusi,” katanya
Bungkus permen saja masih dibuang di mana-mana
Ketika ditegur, tak ada tong sampah yang dekat, alasannya
Padahal kurang dari tujuh meter ada tong bertuliskan organik-anorganik
Huh, dasar pemalas! Revolusi dulu, lah, mental kalian!

“Kami insan kademisi,” katanya
Tapi saat

Prosa Liris | Surat yang Tak Pernah Terhantar

Frase yang kutumpuk dalam pikiran tidak juga menata dirinya sendiri menjadi sebuah kalimat, paragraf, kemudian menjadi surat yang kutulis untukmu.

Aku menemukanmu masih saja menyapa di sudut yang paling dalam. Kau tahu, otakku seakan disalahkan sebab ia dituduh mengalami distorsi, tapi menurutku ini bukan salahnya. Ini tentang hati!

Manusiawi, kan, jika bibirku bergumam sebagai manusia dan menyebutmu? Syukurlah aku masih bersikap waras. Kau juga sama warasnya, kan? Seharusnya kau tetap memanusiakan aku seperti manusia, bukannya angin lalu.

Selasa, 16 Februari 2016

Tentangku yang (Tidak) Perlu Diketahui



Ini mungkin terdengar aneh sebab setelah tiga tahun membuat blog dengan postingan pertama tahun 2013, baru sekarang aku mau memperkenalkan diri. Sebenarnya aku tidak begitu suka untuk mempublikasikan mengenai diriku pribadi. Kupikir, orang-orang bisa mengenaliku (secara tidak langsung) lewat apa yang kutulis. 

“Jika seperti itu, mengapa seorang Fitria Wulandari lantas melakukan hal yang tidak disukainya seperti saat ini?”

Alasan pertama, karena sebuah keharusan. Seorang dosen dari salah satu mata kuliah yang kuikuti meminta kami –mahasiswanya untuk membuat blog dan menuliskan tentang dirinya masing-masing di dalamnya. Singkatnya, aku melakukan ini karena tugas.

“Jadi kamu terpaksa, dong, saat menulis ini.”

Hahaha... bukankah dalam hidup, terkadang ada hal yang harus kamu lakukan meskipun kamu tidak menginginkannya? Itulah yang kunamakan kewajiban.
Alasan kedua, setelah kupikir-pikir, ternyata tidak ada salahnya memperkenalkan diriku pada orang-orang. Terlalu naif jika berpikiran aku tidak menginginkan popularitas. Pada dasarnya, setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan penghargaan (esteem needs) dan aktualisasi diri (self actualization needs) seperti dalam konsep kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan Abraham Maslow. Dan kupikir, lewat tulisan ini, hak-ku akan kebutuhan tersebut bisa terpenuhi.

Alasan ketiga?

Dari Mereka, Aku Belajar



Mereka mendewasa dengan sendirinya
Tanpa belaian di kepala
Tanpa sapaan sayang
Tanpa manjaan
Mereka mendewasa
Bahkan dengan bentakan
Bahkan dengan pukulan
Bahkan dengan kebebasan
Mereka mendewasa
Dari petualangan
Dari keingintahuan
Dari ke-ngeyel-an
Mereka mendewasa
Hey, kamu... tahu apa?!
Mereka mendewasa dengan caranya
Dididik oleh perih
Dilepas oleh cinta

Kutoarjo, 6 Januari 2016

Pendidikan Masa Tamu



Di bawah langit tanpa atap
Di atas tanah basah tanpa alas
Belajar jadi pribadi yang peka
Di bawah hujan deras
Di dalam tenda yang lembab
Hampir saja goyah tekad
Tapi demi tujuan
Harus tabah meski berat
Manghadapi segala rintang
Di hadapan api unggun
Dalam riuh sorak sorai
Harapan kembali membara
Dari kami yang baru bersua
Dari kami yang belum lama berjumpa
Dari kami yang baru menjadi keluarga
Rela menolong sesama
Bebas-bertanggung jawab
Mengharap ridho Sang Pencipta

Kiarapayung, 28 November 2015

Prosa Liris | Memori tentang Alun-Alun Kutoarjo



Diantara malam yang bertabur bintang. Hitamnya menjadi saksi akan kenangan yang tak ingin terkikis waktu.
Dua anak kecil berkejaran mengitari beringin tua di tengah hamparan rumput hijau. Teringat kembali akan momen tertentu dimana kita merengek untuk bisa datang ke pasar malam. Atau saat harus menahan kantuk demi sebuah pertunjukan pesta kembang api yang ikut mewarnai hitamnya malam tahun baru. Juga ketika singgah di pendopo untuk sekadar mengusir letih.
Waktu...
Waktu merupakan rangkaian perjalanan yang dinamis tanpa dapat di tahan satu detik pun. Seiring waktu berjalan, semua mulai berubah. Dua anak kecil tumbuh jadi remaja yang jarang bersua.
Pernah suatu senja,

Prosa Liris | Hai, yang Kurindu

Hai sahabat, yang selalu tertangkap dalam lensa mataku adalah kegembiraan.
Telah kurekam tingkah polahmu lewat tawamu yang renyah, aksaramu yang riuh, matamu yang selalu berbinar dan pelangi yang kau bentangkan pada tiap hadirmu hingga siapapun disampingmu bisa nikmati berwarnanya hari.
Aku bukan jenius yang pandai mengkalkulasikan banyaknya masa yang kita lewati bersama karena kau juga pasti sadari banyaknya digit angka tak cukup mendekripsikan menit saat kita jalani hari-hari.
Aku sadar akan