Rabu, 06 November 2024

Kepada: Seorang Teman yang Pulang Duluan

Assalamu'alaikum, Ri...
Bagaimana keadaanmu di sana? Sudah hampir setahun kamu pergi, dan aku masih saja begini.
Tiba-tiba sekali, ya. Tiba-tiba aku ingat kamu. Saat sedang membuka file-file foto lama untuk mengosongkan memori, muncul tangkapan layar instastory terakhirmu sebelum pulang. Membuatku teringat padamu.

Barangkali kita memang tidak seberapa dekat untuk dikatakan sahabat, –karena masih ada teman lain yang kutahu lebih dekat dan lebih mengetahui tentangmu. Tapi bisa mengenalmu sebagai teman sekelas selama empat tahun buatku sangat berkesan.

Beberapa memori yang masih melekat tentangmu diantaranya saat mengetahui bahwa kita sama-sama menyukai hal-hal tentang kepenulisan dan boygrup Korea, juga tetangga kosan. Kita sama-sama bergabung dalam forum dan komunitas menulis di jurusan, meskipun pada akhirnya aku memilih keluar duluan, hehe. Kemudian soal boygrup Korea, kupikir aku akan berhenti menjadi kpopers saat masuk bangku perkuliahan, tapi ternyata belum waktunya pensiun saat mengetahui kamu juga menyukai tentang itu. Kita sama-sama menjadi gila seperti remaja puber saat menonton Wanna One.

Aku juga ingat kamu sangat menggemari fotografi. Kuakui kamu memang berbakat dalam hal itu. Kamu juga selalu mengajukan diri untuk mengabadikan momen saat kita sedang bermain dengan teman-teman yang lain. Aku masih menyimpan hasil foto yang kamu abadikan saat kita-kita berada di Babakan Siliwangi. Selain karena hasil jepretanmu cantik, momen itu juga sangat membekas bagiku.

Oiya, saking suka dan berbakatnya, kudengar setelah lulus kamu juga menekuni bidang fotografi secara profesional. Keren sekali. Kudengar dari teman yang lain, kamu baru saja membeli kamera baru yang kamu inginkan dan berencana mengerjakan proyek baru dengannya. Tapi siapa sangka ternyata itu rencana terakhirmu yang belum sempat terlaksana.

Tidak banyak yang kuketahui secara langsung darimu. Aku lebih banyak mengetahui tentangmu dari teman-teman yang lain. Bahkan soal rasa sakit fisik dan batin yang kamu tanggung selama ini. Aku baru mengetahui penyakit yang kamu derita ternyata separah itu setelah kamu sudah tidak menderita lagi. Saat aku bertanya tentang WhatsAppstory-mu, kamu hanya menjawab bahwa kamu baik-baik saja dan mengatakan bahwa kamu sudah tidak lagi bersamanya.

Aku cukup terkejut karena kupikir itu semua cuma rumor. Saat itu aku bingung harus menanggapi apa. Aku tidak ingin mengorek terlalu dalam karena menyadari bahwa kamu mungkin tidak akan nyaman membicarakannya denganku karena kita tidak sedekat itu. Aku ingat kamu hanya meminta untuk didoakan agar penyakitmu disembuhkan dan agar diberi keputusan yang terbaik untuk kalian bagaimanapun.

Saat ini kamu sudah tidak merasakan sakit lagi, kan? Aku mendengar cerita tentang perjuangan dan kesulitan yang kamu lalui selama berusaha untuk bertahan. Sangat melelahkan, ya? Jujur, buatku juga hidup ini sangat melelahkan. Tapi kamu sudah hebat, Ri. Kupikir kamu sudah bisa beristirahat sekarang.

Di tempat peristirahatanmu yang sekarang, bagaimana keadaanmu, Ri? Apakah lebih baik dari sebelumnya? Apakah lebih baik dibanding dunia yang melelahkan ini? Al-Fatihah untukmu agar kamu bisa beristirahat dengan tenang, agar kamu tidak lagi kesakitan, serta agar kamu diberkahi kenikmatan dan kebaikan. Juga Al-Fatihah untuk orang-orang tersayang yang juga pulang duluan.

Semoga kita bisa bertemu lagi, ya, di tempat penuh kenikmatan saat aku menyusulmu pulang nanti...

Allahummaghfirlaha, warhamha, wa 'afiha, wa'fu 'anha...


Cimahi, 6 November 2024

Kamis, 09 Mei 2024

Akhir Tahun yang Lelah

Di penghujung tahun, orang-orang lelah dengan kehidupannya, atau mungkin rutinitasnya, atau bisa juga pekerjaannya, atau idealismenya, atau mimpi-mimpinya, atau ekspektasinya, atau harapan yang ditanggungkan kepadanya, atau malah dengan dirinya sendiri.
Dari sekian banyak emosi yang ingin diluapkan, kiranya hanya sebuah kalimat "nggak apa-apa" yang dibutuhkan.
Nggak apa-apa, seenggaknya kamu sudah berusaha.
Nggak apa-apa, ada waktunya kamu merasa lelah.
Nggak apa-apa, ada saatnya kamu merasa lemah.
Ada masanya kita merasa nggak berguna.
Nggak apa-apa, sekarang kamu merasa seperti ini.
Nggak apa-apa, nanti juga kita bisa melewatinya.
Seperti yang sudah-sudah, nanti juga kamu nggak apa-apa...


Cimahi, 29 Desember 2022

Perempuan yang Menggenggam Bara

Perempuan itu ternyata masih menggenggam bara.
Apinya memang sudah padam,
tapi puntungnya masih berasap.
Perciknya memang sudah redup,
tapi letupnya masih mencabik.

Perempuan itu ternyata masih menggenggam bara.
Seperti api memakan sekam,
terbakar dalam redam,
terdiang menjadi arang.
Sampai tak bersisa, sampai binasa.


Cimahi, 25 Juli 2022

Resume | Materi Kegiatan Workshop Pendidikan di Era Digital Membangun Generasi Emas dan Halal Bihalal IGRA Kota Cimahi

Resume Materi Kegiatan Workshop Pendidikan di Era Digital Membangun Generasi Emas dan Halal Bihalal IGRA Kota Cimahi
Selasa, 30 April 2024
di Cimahi Techno Park
Oleh Ir. Hj. Diah Utami Muhammad, M.T.

Bismillaahirrahmaanirrahiim

● Berdasarkan Konvensi Hak Anak PBB Tahun 1989, ada 10 hak yang harus diberikan untuk anak kita:
    1.   Hak untuk bermain
    2.   Hak untuk mendapatkan pendidikan
    3.   Hak untuk mendapatkan perlindungan
    4.   Hak untuk mendapatkan nama (identitas)
    5.   Hak untuk mendapatkan status kebangsaan
    6.   Hak untuk mendapatkan makanan
    7.   Hak untuk mendapatkan akses kesehatan
    8.   Hak untuk mendapatkan rekreasi
    9.   Hak untuk mendapatkan kesamaan
    10. Hak untuk memiliki peran dalam pembangunan 

● Sekolah Ramah Anak
Guna memenuhi serta menghargai hak-hak anak, dan memberikan perlindungan anak dari kekerasan, pemerintah mewujudkan Sekolah Ramah Anak yang menjadi salah satu upaya dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak selama berada di sekolah.

Konsep Sekolah Ramah Anak antara lain:
Bersih
Aman
Ramah
Indah
Inklusif
Sehat
Asri
Nyaman

Apakah sekolah kita sudah layak menjadi Sekolah Ramah Anak?
Hal ini berhubungan tidak hanya dengan kuantitas tapi juga kualitas waktu yang digunakan anak di sekolah.
Pada sekolah yang bermutu, hampir separuh tugas pendidikan anak terselesaikan, utamanya pada pembekalan life skills anak.
Terdapat keterkaitan life skills dengan pandangan tentang tuhan, pandangan tentang hidup, proses, serta emosi.

Orang tua di rumah akan terbantu apabila selama di sekolah setidaknya anak-anak:
    1. Mendapatkan pendidikan life skills yang baik, baik secara akademis, keterampilan, maupun budi pekerti;
    2. Berolah raga tidak hanya teori tetapi juga praktik nyata;
    3. Beragama tidak hanya teori tetapi juga praktik nyata;
    4. Mendapatkan asupan nutrisi yang sehat dan cukup;
    5. Mempraktikkan budi pekerti yang luhur;
    6. Berwawasan kebangsaan dan cinta tanah air; dst.

● Menurut David R. Howkins (2021:11), terdapat korelasi antara level kesadaran dengan problem sosial
Berdasarkan statistiknya, level kesadaran berpengaruh terhadap level pengangguran, level kemiskinan, level kebahagiaan, hingga level kriminalitas.
Semakin tinggi level kesadaran, semakin tingga pula level kebahagiaan, dikarenakan semakin rendah level pengangguran, level kemiskinan, dan level kriminalitas.
Guna menumbuhkan kesadaran pada anak sejak dini, kita sebagai orang dewasa perlu membiasakan diri terlebih dahulu untuk selalu berpikir jernih dan solutif.

Menanamkan Semangat dan Harapan Positif itu Penting dalam Kolaborasi Membangun Generasi Emas
Pada beberapa kasus, terdapat individu yang mengenyam pendidikan sama tetapi mendapatkan hasil yang berbeda. Hal tersebut salah satunya dipengaruhi oleh semangat dan dorongan yang berbeda pula.

Contohnya pada kisah katak dalam tempurung. Induk katak mengasumsikan kehidupan di luar tempurung itu terlalu mengerikan dan terlalu sulit untuk dihadapi sehingga tidak memiliki harapan untuk bisa keluar dan memilih tetap berasa disitu. Kemudian ia menanamkan pikiran semacam itu juga kepada anak-anak katak. Pada akhirnya, katak-katak tersebut merasa sudah cukup dengan berada di dalam tempurung tanpa pernah mencoba keluar untuk sekadar melihat atau memiliki harapan bahwa di luar bisa saja tidak seburuk yang dipikirkan atau bahkan lebih indah dari yang dibayangkan.

Sebagai orang tua kita perlu memberikan semangat dan dorongan positif kepada anak untuk berani bercita-cita dan berusaha meraihnya. Tunjukkan pada anak bahwa ada berbagai macam hal di dunia ini yang bisa dirasakan, dialami, dan diraih oleh mereka. Jangan biarkan anak terkungkung dalam pikiran yang penuh kekhawatiran, ketakutan, dan perasaan rendah diri. Buka hati dan pikiran, gantungkan cita-cita setinggi mungkin, serta tentunya selalu diiringi dengan memohon petunjuk dan pertolongan dari Allah, sebab Hak Allah tidak memiliki batasan.

● Kemampuan setiap anak manusia tidak memiliki batasan (no limit). Itu yang dinamakan potensi. Guna memaksimalkan potensi yang dimiliki, harus terus mengasah kemampuannya. Jangan pernah menganggap remeh kemampuan anak. Sekecil apapun kelebihannya itu merupakan progres di masa perkembangannya.

Terdapat Istilah "Butuh Orang Sekampung untuk Membesarkan Seorang Anak"
Guru dan orang tua harus bersinergi dalam proses pendidikan anak sehingga seiring sejalan. Perlu adanya komitmen dan keterlibatan berbagai pihak tersebut dalam upaya memenuhi hak-hak dan kebutuhan anak. Tanggung jawab tidak bisa hanya dibebankan pada salah satu pihak saja.

Contoh, dalam visi sekolah menjadikan pribadi mandiri dan berdaya saing di masa depan. Yang menjadi target/sasaran adalah anak sehat lahir batin (tidak stunting; tidak mengidap PTM, PMS, dsb; tidak pernah menjadi korban KDRT/perundungan; tidak broken home; dsb). Orang tua dan guru perlu mengetahui betul cara mencapai tujuannya,  misalnya dengan menerapkan pola dan budaya makan sehat sejak dini, olahraga bukan sebagai teori tapi praktik sehari-hari, dan lain-lain.
Demi mencapai visi, misi, dan tujuan tersebut, perlu didukung oleh penegakan aturan main yang konsisten dan disiplin di sekolah, serta kerjasama orang tua dalam membentuk budaya yang diinginkan terjadi seiring sejalan berkelanjutan di rumah.

Ternyata untuk membangun generasi emas itu dipengaruhi oleh banyak hal kompleks. Semoga Allah selalu memberi kita petunjuk dan pertolongan dalam upaya mendidik dan memelihara amanah dari-Nya.
Aamiin yaa rabbal'alamin...

Wallahul muwaffiq ilaa aqwamit-thariq.


Baca juga tulisan lainnya di sini👇
                                             Mutiara Berjelaga

Jumat, 26 Mei 2023

Resume | Implementasi Kurikulum Merdeka di Satuan Pendidikan PAUD/RA Bagian 2: Capaian Pembelajaran

Resume Kegiatan Pelatihan Implementasi Kurikulum Merdeka Kelompok Kerja Guru Raudhatul Athfal Cimahi Tengah
Hari/tanggal: Senin-Selasa, 22-23 Mei 2023
Tempat: RA Raudhatul Banat, Cimahi
Pemateri: Hj. Siti Zakikiyah, M. Pd.

Bismillahirrohmannirrohiim

Pada bagian sebelumnya telah disebutkan bahwa dalam konteks pendidikan anak usia dini, merdeka belajar itu adalah merdeka bermain. Melalui bermain, anak-anak menampilkan hal-hal yang mereka ketahui tentang dunianya yang memberikan kesempatan yang tepat bagi pendidik atau orang tua/wali untuk menstimulasi anak mengambil langkah berikutnya atau mencoba tantangan berikutnya agar mereka belajar lebih banyak. Seperti yang dikutip dari pernyataan Ki Hajar Dewantara, "Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu." Pada konsep ini, pendidik berperan sebagai "tukan kebun" yang merawat berbagai macam tanaman yang hasilnya sesuai dengan jenis benihnya masing-masing, dan bukan sebagai "pabrik kayu" yang menghasilkan produk serupa.

Guna mengimplementasikannya memerlukan pengajaran sesuai capaian atau tingkat kemampuan peserta didik dengan cara mengenal peserta didik dalam hal potensi, karakteristik, kebutuhan, dan keunikan anak untuk mencapai capaian pembelajaran yang diharapkan.

● Sekilas Mengenai Prinsip Pembelajaran
1. Pembelajaran dirancang dengan mempertimbangkan tahap perkembangan dan tingkat pencapaian peserta didik saat ini, sesuai dengan kebutuhan belajar, serta mencerminkan karakteristik dan perkembangan peserta didik yang beragam sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan;
2. Pembelajaran dirancang dan dilaksanakan untuk membangun kapasitas untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat;
3. Proses pembelajaran mendukung perkembangan kompetensi dan karakter peserta didik secara holistik;
4. Pembelajaran yang relevan, yaktu pembelajaran yang dirancang sesuai konteks lingkungan dan budaya peserta didik, serta melibatkan orang tua dan komunitas sebagai mitra;
5. Pembelajaran berorientasi pada masa depan yang berkelanjutan.

Capaian Pembelajaran

Capaian Pembelajaran merupakan kompetensi pembelajaran yang harus dicapai peserta didik pada setiap fase. Pada fase pondasi, yakni tingkat PAUD/RA, capaian pembelajaran bertujuan untuk memberikan arah yang sesuai dengan usia perkembangan pada semua aspek perkembangan anak sehingga kompetensi pembelajaran yang diharapkan dicapai anak pada akhir PAUD/RA dapat dipahami dengan jelas agar anak siap mengikuti jenjang pendidikan selanjutnya.

Lingkup capaian pembelajaran di PAUD/RA dikembangkan dari tiga elemen stimulasi yang terintregrasi dari enam aspek perkembangan anak, yaitu nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, sosial emosional, bahasa, dan nilai Pancasila. Tiga elemen stimulasi yang dimaksud, antara lain: 1) Nilai Agama san Budi Pekerti; 2) Jati Diri; 3) Dasar-Dasar Literasi, Matematika, Sains, Teknologi, Rekayasa, dan Seni.

Lingkup Capaian Pembelajaran di Raudhatul Athfal

1. Nilai Agama dan Budi Pekerti
Mencakup kemampuan dasar-dasar agama (akidah, akhlak karimah, al-Quran dan al-Hadis, ibadah, cerita islami, serta pengenalan Bahasa Arab secara sederhana).
Dengan harapan, anak percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, mulai mengenal dan mempraktikkan ajaran pokok sesuai dengan agama dan kepercayaannya; anak berpartisipasi aktif dalam menjaga kebersihan, kesehatan, dan keselamatan diri sebagai bentuk rasa sayang terhadap dirinya dan rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa; anak menghargai sesama manusia dengan berbagai perbedaannya dan mempraktikkan perilaku baik dan berakhlak mulia; anak menghargai alam dengan cara merawatnya dan menunjukkan rasa sayang terhadap makhluk hidup yang merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

2. Jati Diri
Mencakup pengenalan jati diri anak Indonesia yang sehat secara emosi dan sosial, berlandaskan Pancasila yang Rahmatan lil 'Alamiin serta memiliki kemandirian fisik.
Dengan harapan, anak mengenali, mengekspresikan, dan mengelola emosi diri serta membangun hubungan sosial secara sehat; anak mengenal dan memiliki perilaku positif terhadap diri dan lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat, negara, dan dunia) serta rasa bangga sebagai anak Indonesia yang berlandaskan Pancasila; anak menyesuaikan diri dengan lingkungan, aturan, dan norma yang berlaku; anak menggunakan fungsi gerak (motorik kasar, halus, dan taktil) untuk mengeksploras dan memanipulasi berbagai objek dan lingkungan sekitar sebagai bentuk pengembangan diri.

3. Dasar-Dasar Literasi, Matematika, Sains, Teknologi, Rekayasan, dan Seni
Mencakup kemampuan memahami berbagai informasi dan berkomunikasi serta berpartisipasi dalam kegiatan pramembaca.
Dengan harapan, anak mengenali dan memahami berbagai informasi, mengkomunikasikan pikiran dan perasaan secara lisan, tulisan, atau menggunakan berbagai media serta membangun percakapan; anak menunjukkan minat, kegemaran, dan berpartisipasi dalam kegiatan pramembaca dan pramenulis; anak mengenali dan menggunakan konsep pramatematika untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari; anak menunjukkan kemampuan dasar berpikir kritis, kreatif, dan kolaboratif; anak menunjukkan rasa ingin tahu melalui observasi, eksplorasi, dan eksperimen dengan menggunakan lingkungan sekitar dan media sebagai sumber belajar, untuk mendapatkan gagasan mengenai fenomena alam dan sosial; anak menunjukkan kemampuan awal menggunakan dan merekayasa teknologi serta untuk mencari informasi, gagasan, dan keterampilan secara aman dan bertanggung jawab; anak mengeksplorasi berbagai proses seni, mengekspresikannya serta mengapresiasi karya seni.
• Elemen ke tiga ini biasanya disalahartikan sebagai kegiatan calistung secara tekstual praktis. Namun pada dasarnya di tingkat PAUD/RA, dasar-dasar literasi ini adalah tentang bagaimana menyiapkan anak supaya mampu menerima dan memahami informasi dari suatu "bacaan" sehingga dapat mengkomunikasikannya.

Singkatnya dalam KMA No. 347 Tahun 2022 deskripsi capaian perkembangan anak antara lain:
1. Mengenal dan percaya kepada Allah swt.,Tuhan Yang Maha Esa, mengenal ajaran pokok agama, dan menunjukkan sikap menyayangi dirinya, sesama manusia serta alam sebagai ciptaan Allah swt., melalui partisipasi aktif dalam merawat diri dan lingkungannya;
2. Mengenali identitas diri, mengetahui kebiasaan di keluarga, sekolah, dan masyarakat, mengetahui dirinya merupakan bagian dari warga Indonesia, serta mengetahui keberadaan negara lain di dunia;
3. Mengenali emosi, mampu mengendalikan keinginannya sebagai sikap menghargai keinginan orang lain, dan mampu berinteraksi dengan teman sebaya;
4. Mengenali serta menghargai kebiasaan dan aturan yang berlaku, serta memiliki rasa senang terhadap belajar, menghargai usahanya sendiri untuk menjadi lebih baik, dan memiliki keinginan untuk berusaha kembali ketika belum berhasil;
5. Memiliki daya imajinasi dan kreativitas melalui eksplorasi dan ekspresi pikiran atau perasaannya dalam bentuk tindakan sederhana atau karya yang dapat dihasilkan melalui kemampuan kognitif, afektif, rasa seni, serta keterampilan motorik halus dan kasarnya;
6. Mampu menyebutkan alasan, pilihan, atau keputusannya, mampu memecahkan masalah sederhana, serta mengetahui hubungan sebab akibat dari suatu kondisi atau situasi yang dipengaruhi oleh hukum alam;
7. Mampu menyimak, memiliki kesadaran akan pesan teks, alfabet dan fonemik, memiliki kemampuan dasar yang diperlukan untuk menulis (coretan/goresan), memahami instruksi sederhana, mampu mengutarakan pertanyaan dan gagasannya serta mampu menggunakan kemampuan bahasanya untuk bekerja sama;
8. Memiliki kesadaran bilangan, mampu melakukan pengukuran dengan satuan tidak baku, menyadari adanya persamaan dan perbedaan karakteristik antar objek, serta memiliki kesadaran ruang dan waktu;
9. Memiliki kemampuan bersikap, berperilaku akhlakul karimah dan moderat melalui keteladanan yang dicontohkan dalam kehidupan sehari-hari pada lingkup keluarga yang berdasar pada pemahaman ulama yang sahih dari al-Quran dan Hadis yang termanifestasikan pada akidah sebagai dasar dorongan beramal, dengan fikih sebagai basis ketentuan beribadah dan bermuamalah, yang mengambil pelajaran dari sejarah peradapan Islam sebagai inspirasi yang bijaksana.

Contoh alur tujuan pembelajaran
Bersambung ke Bagian 3: Profil Pelajar Pancasila dan Profil Pelajar Rahmatan Lil 'Alamin

Kamis, 25 Mei 2023

Resume | Implementasi Kurikulum Merdeka di Satuan Pendidikan PAUD/RA Bagian 1

Resume Kegiatan Pelatihan Implementasi Kurikulum Merdeka Kelompok Kerja Guru Raudhatul Athfal Cimahi Tengah
Hari/tanggal: Senin-Selasa, 22-23 Mei 2023
Tempat: RA Raudhatul Banat, Cimahi
Pemateri: Hj. Siti Zakikiyah, M. Pd.

Bismillahirrohmannirrohiim

"Kurikulum Merdeka adalah Kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan potensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik."

Kurikulum pendidikan sifatnya dinamis dan kerap berubah. Hal ini bisa terjadi selain dikarenakan pergantian kebijakan dalam lingkup sistem pemerintahan, tentunya juga karena perlunya disesuaikan dengan kemajuan zaman yang juga sangat dinamis. Pada Kurikulum 2006 ada pada penekanan KTSP. Kemudian pada kurikulum 2013 penekanan ada pada pendekatan saintifik dan penilaian otentik. Sementara pada kurikulum Merdeka merupakan pemekaran dari Kurikulum 2013 (pendekatan saintifik dan penilaian otentik) namun ditekankan pada merdeka bermain dan merdeka belajar.

• Sekilas mengenai pendekatan saintifik dan penilaian otentik
▪︎ Pendekatan saintifik menerapkan metode 5M (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengkomunikasikan)
▪︎ Peserta didik mengamati informasi yang disampaikan oleh guru -> Peserta didik memberikan pertanyaan pemantik -> Peserta didik mengumpulkan informasi tambahan -> Peserta didik melakukan penalaran terhadap informasi yang diterimanya -> Peserta didik mengkomunikasikan hasil penalarannya.
▪︎ Karakteristik pendekatan saintifik ini bertujuan supaya peserta didik mampu mengembangkan nalar kritisnya kemudian kemudian mengkomunikasikannya pada sekitar dengan berbahasa secara lisan.
▪︎ Pendekatan saintifik tidak berorientasi pada metode ceramah (guru memberikan informasi secara langsung) tetapi guru sebagai fasilitator yang memiliki peran untuk menggali potensi anak. Dalam hal ini anak tidak dipandang sebagai "gelas kosong", melainkan subjek pembelajar yang sudah memiliki "bermacam-macam isi di dalam gelasnya" untuk kemudian dikembangkan sesuai dengan potensi yang dimiliki.
▪︎ Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara faktual yang diamati pada saat pembelajaran dan bukan berupa asumsi belaka, bukan juga hasil evaluasi melalu ujian.

Kembali pada Implementasi Kurikulum Merdeka, terdapat arah perubahan kurikulum dari yang sebelumnya, diantaranya:
1. Struktur kurikulum yang lebih fleksibel; jam pelajaran ditargetkan untuk dipenuhi dalam satu tahun
2. Fokus pada materi yang esensial; Capaian Pembelajaran diatur per fase, bukan per tahun
3. Memberikan keleluasaan dalam menggunakan berbagai perangkat ajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik
4. Aplikasi yang menyediakan berbagai referensi untuk dapat terus mengembangkan praktik pengajaean secara mandiri dan berbagi praktik baik.
Intinya, Kurikulum Merdeka memiliki prinsip Be Simple, Make It Simple. Buat jadi sederhana tanpa melupakan esensi.

Terdapat pula keunggulan dari Kurikulum Merdeka, diantaranya:
1. Lebih Sederhana
Fokusnya ada pada materi yang esensial dan pengembangan potensi peserta didik pada fasenya. Belajar menjadi lebih mendalam, bermakna, tidak terburu-buru dan menyenangkan
2. Lebih Merdeka
Bagi peserta didik, tidak ada program peminatan (tingkat SMA), peserta didik dapat memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, dan aspirasinya);
Bagi guru, kegiatan mengajar disesuaikan dengan tahap capaian dan perkembangan peserta didik;
Satuan pendidikan memiliki wewenang untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik.
3. Lebih Relevan dan Interaktif
Pembelajaran melalui kegiatan proyek memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual, misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya, untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila.

Pada tingkat satuan PIAUD/RA Implementasi Kurikulum Merdeka memiliki karakteristik kekhasan dan ruh madrasah, antara lain:
1. Perspektif ibadah berdimensi ukhrowi
2. Hubungaan guru-anak diikat dengan mahabbah fillah
3. Pandangan 'ainurrahmah
4. Hati nurani sebagai sasaran utama
5. Akhlak di atas ilmu pengetahuan

Dalam konteks pendidikan anak usia dini, merdeka belajar artinya merdeka bermain, yang mana anak melakukan sesuatu atas inisiatifnya sendiri, dapat berdiri di atas kakinya sendiri (mandiri), dan anak berperan untuk memimpin diri sendiri. Satuan pendidikan tingkat PAUD/RA ada pada fase pondasi (4-6 tahun), yang berorientasi pada membangun karakter, pengenalan konsep, pembentukan adab dan akhlak.

Pembelajaran di PAUD/RA memiliki karakteristik yang memandang setiap anak itu unik dan memiliki potensi masing-masing yang memungkinkan untuk dikembangkan melalui stimulasi lewat permainan dan pembelajaran yang disediakan oleh pendidik, dengan terlibat dalam percakapan sehari-hari, pemberian tantangan, pengembangan keterampilan motorik, sosial, nilai moral, berbahasa lisan, serta kemampuan anak untuk secarq produktif memikirkan dan mrngeksplorasi lingkungan. Sebab bagi anak, pengajaran terbaik adalah melalui pengalaman. Dalam hal ini, terdapat beberapa karakter spesifik yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Mendukung terbentuknya kesejahteraan diri (well-being) anak
2. Menghargai dan menghormati anak
3. Mendorong rasa ingin tahu anak
4. Menyesuaikan dengan usia, tahap perkembangan, minat, dan kebutuhan anak
5. Memberikan stimulasi secara holistik integratif
6. Memberikan tantangan, bimbingan, dan dukungan pada pembelajaran tiap anak melalui percakapan dan interaksi bermakna dengan tiap anak
7. Melibatkan keluarga sebagai mitra
8. Memanfaatkan lingkungan dan teknologi sebagai sumber belajar 
9. Menggunakan penilaian otentik (penilaian yang diperoleh bersamaan dengan berlangsungnya proses pembelajaran.




Rabu, 12 Oktober 2022

Resume | Pendidikan dan Pola Asuh Pada Anak Usia Dini

Resume kegiatan Parenting Day 
Selasa, 11 Oktober 2022
Di RA Al-Akhyar
Oleh Sumi Suhartinah, M.Pd.

Bismillaahirrahmaanirrahiim...

"Tidaklah seorang anak terlahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanya-lah yang menjadikan mereka sebagai Yahudi, Nasrani, dan Majusi." (HR. Muslim)

Setiap anak terlahir bersama dengan fitrahnya masing-masing. Fitrah yang lurus serta memiliki keunikan dan karakteristik yang dibawanya masing-masing. Kemudian orangtualah yang memiliki peran untuk menuntun anak kepada fitrahnya selama masa tumbuh kembang mereka. Menuntun anak untuk menjadi dirinya sendiri diantara begitu banyak keragaman yang mengelilingi mereka. Maka dikatakan termasuk sebuah kedzaliman jika orang tua saling memperbandingkan anak-anaknya.

Anak usia dini (0–6 tahun) berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Pada usia tersebut fase otak anak bekerja seperti spons atau kamera yang menyerap dan merekam segala informasi dari lingkungannya dengan mudah (absorment mind). Sehingga diperlukan stimulasi yang tepat supaya anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Respon atau hasil dari stimulus yang diberikan pada usia ini tidak muncul seketika melainkan terserap dan terekam dalam alam bawah sadar anak sehingga akan mulai tampak saat mereka beranjak remaja bahkan sampai dewasa.

Sembilan puluh persen potensi kecerdasan anak berkembang pada usia dini (bukan sebatas kecerdasan intelektual tetapi juga kecerdasan emosional, spiritual, sosial, dan sebagainya).

Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan potensi tersebut diantaranya:

1. Memberikan gizi yang cukup bagi anak
Dalam hal ini, penerapan feeding rules menjadi penting terutama pada anak yang sulit makan atau pilih-pilih makanan supaya asupan gizi anak tetap seimbang.

2. Mengajak anak bermain
Masa anak-anak adalah masanya bermain. Ketika bermain, secara tidak langsung anak belajar tentang satu atau banyak hal. Pada saat inilah orang tua memiliki peran untuk memperjelas informasi abstrak yang diterima oleh anak melalui pendampingan.

3. Menyentuh anak
Sentuhan merupakan salah satu bentuk ekspresi yang mudah dicerna oleh anak. Sentuhan lembut seperti usapan atau pelukan ditangkap oleh otak anak sebagai ekspresi kasih mendalam dan afeksi.

4. Melakukan interaksi dengan teman sebaya
Bagi anak usia dini, bertemu dengan teman sebaya esensinya setara dengan kebutuhan primer seperti kita yang butuh makan dan minum.

Berikut ini merupakan pokok pendidikan yang perlu ditanamkan sejak anak usia dini:

1. Pendidikan Akidah
Akidah merupakan pokok yang paling utama bagi seorang muslim. Berikan penjelasan kepada anak sesuai dengan kemampuan berpikir anak, seperti meyakinkan bahwa Allah yang menciptakan kita semua, meyakinkan bahwa Allah selalu menjaga kita, meyakinkan bahwa Allah selalu melihat kita meskipun kita tidak bisa melihat-Nya.

2. Pendidikan Akhlak
Pada era sekarang ini mulai marak dijumpai degradasi moral sehingga pendidikan akhlak menjadi salah satu hal yang jelas sekali urgensinya. Karakter dan kepribadian yang membentuk seseorang merupakan akumulasi pendidikan akhlak yang ditanamkan sejak dini. Contoh sederhananya dengan membiasakan penerapan kata "maaf, tolong, terima kasih, dan permisi".

3. Pendidikan Fisik
Stimulasi fisik anak memiliki pengaruh terhadap perkembangan otak mereka. Contohnya merangkak, berenang, dan bersepeda dapat menstimulasi tulang punggung yang berkaitan dengan konsentrasi dan fokus anak.

4. Pendidikan Rasio atau Nalar
Hal ini berkaitan dengan kognisi atau proses anak dalam memperoleh pengetahuan berdasarkan pengalamannya sendiri (termasuk kesadaran, perasaan, dan sebagainya).

5. Pendidikan Psikologi
Dalam lingkup ini kita perlu menanamkan emosi yang baik pada anak, seperti mengajarkan empati, responsif, dan mengekspresikan emosi sesuai tempatnya.

6. Pendidikan Sosial
Usia 4–5 tahun merupakan fase sosial tingkat I bagi anak. Seperti telah disampaikan sebelumnya, kebutuhan anak untuk berinteraksi dengan teman sama pentingnya dengan kebutuhan makan dan minum. Anak perlu diarahkan untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan sosial. Jika pada usia ini anak tidak mau lepas dari orang tua inti (ayah/ibu) sehingga menghambat interaksi sosialnya maka perlu diwaspadai terdapat masalah kelekatan yang tidak wajar.

7. Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual sederhana yang dapat diberikan pada anak usia dini diantaranya, pengenalan batasan-batasan antara laki-laki dan perempuan; apa saja yang dimiliki laki-laki dan apa yang dimiliki perempuan, apa yang boleh dan tidak boleh disentuh oleh orang lain selain ibunya, tempat tidur terpisah, serta pengenalan ruang privasi.

Adapun metode pendidikan yang dapat diterapkan diantaranya:
1. Keteladanan
2. Pembiasaan
3. Nasehat
4. Pemberian perhatian

Berikut ini merupakan beberapa fakta tambahan:
• Emosi anak mudah berubah; rasa marah dan sedihnya tidak berkepanjangan. 
• Anak punya kemampuan menyelesaikan masalah maka jangan mudah menjustifikasi perilaku anak.
• Anak butuh lebih banyak mengeksplorasi lingkungan.
• Anak merupakan individu yang utuh maka berhentilah menganggap anak sebagai "manusia setengah" dan "tidak tahu apa-apa"
• Nada bicara yang tinggi seperti sentakan dapat merusak gelombang otak anak sehingga memarahi dengan meneriaki dapat menyebabkan putusnya jaringan sel otak anak.
• Paparan sinar biru pada gadget juga dapat merusak gelombang otak, serta bersifat komunikasi satu arah menjadikan anak kurang responsif.
• Jangan selalu memandang negatif terhadap anak karena anak masih terus berkembang.
• Televisi yang selalu menyala, penggunaan gadget yang berlebihan, serta berbicara terlalu cepat menjadi faktor hambatan bicara pada anak (speech delay)
• Konsep golden age bisa jadi hanya "angka di atas kertas". Pada kenyataannya, sejak dan sampai berapapun usia anak, orang tua perlu menjadi versi yang terbaik dalam menerapkan pengasuhan terhadap anak sepanjang hidupnya.
• Mengatasi kecanduan gadget pada anak perlu kerjasama antara orang dewasa yang ada di sekitar anak. Contohnya dengan tidak menggunakan gadget di hadapan anak, melakukan permainan fisik, dan mengajak anak berkomunikasi.
• Meningkatkan daya ingat anak dengan melakukan review tentang hal-hal yang sudah dilakukan oleh anak dan memancing anak untuk mendeskripsikan informasi apa saja yang telah diterimanya.

Perlu kembali ditekankan tentang begitu berpengaruhnya pola asuh orang tua terhadap tumbuh kembang anak sehingga efeknya akan terbawa sampai anak dewasa. Perlu dipahami juga bahwa memang tidak mudah menjadi orang tua terutama keterkaitannya dalam pola asuh anak sehingga diperlukan kebijaksanaan dan kerendahhatian untuk mau terus belajar.

Semoga kita semua selalu diberi petunjuk dan kemudahan dalam mendidik dan mengasuh anak yang telah dititipkan oleh Tuhan Yang Mahaesa, serta anak-anak kita diberkahi sebagai anak yang shaleh dan qurrota a'yun.
Aamiin yaa rabbal'alamin...

Wallahul muwaffiq ilaa aqwamit-thariq.


Cimahi, 12 Oktober 2022
Fitria Wulandari

Resume | Mengenal Karakteristik Anak untuk Mengikat Hatinya


Resume kegiatan Orientasi Teknis Prasiaga (Bagian I)
Sabtu, 23 Juli 2022
Di Cibabat Park, Cimahi

Perspektif tentang anak menurut DR. Saleeby (Ethycal Society, London) bahwa anak itu ...

1. Bukan orang dewasa yang kecil
Anak merupakan individu yang utuh, berkembang sesuai tahapan berdasarkan usianya; bukan versi miniatur dari orang (berdaya-pikir) dewasa.

2. Bukan sehelai kertas putih
Anak membawa identitas dan naluri masing-masing. Berhentilah berpikir bahwa anak tidak bisa dan tidak mengetahui apa-apa.

3. Mempunyai keganjilan sendiri-sendiri
Barangkali yang dianggap wajar oleh orang dewasa terlihat ganjil bagi anak-anak, pun sebaliknya yang dianggap wajar oleh anak mungkin terlihat ganjil bagi orang dewasa. Jadi kita tidak bisa menjustifikasi dan memperbandingkan "perbedaan mereka".

4. Memiliki kekurangan pengalaman
Kurang pengalaman tidak sama dengan "tidak tahu apa-apa". Karena kurang pengalamannya, menjadi wajar jika anak melakukan kesalahan. Perlunya pengarahan dalam proses bertambahnya pengalaman anak.

5. Mempunyai rangka bentuk jiwa masing-masing
Anak itu unik dan otentik. Kita hanya perlu mengaktifkannya sehingga anak tumbuh dan berkembang menjadi dirinya sendiri, bukan sebagai duplikasi orang tua atau orang lain. Berhentilah membanding-bandingkan.

Jika kita mengingat pada jalan pikiran kita sendiri sewaktu kita masih anak-anak maka kita akan dapat mengerti lebih baik mengenai perasaan dan kebutuhan anak-anak.

Sifat anak berdasarkan naluri bawaannya:
1. Humor
Pada dasarnya anak memiliki selera humor tersendiri sehingga apa yang dianggapnya lucu akan terus dianggap lucu dan ditertawakan terlepas dari benar atau salah.

2. Punya kecerdasan, keberanian dan kepercayadirian
Biarkan anak melakukan dan menyelesaikan apapun dengan berani dan percaya diri. Kritik yang dilontarkan secara spontan terus menerus akan memudarkan rasa berani dan percaya diri anak.

3. Gemar hal-hal yang gempar
Pada dasarnya anak memiliki kecenderungan padahal-hal yang heboh dan meriah sertamenggemparkan, sehingga dianggap "pembuat onar" oleh orang dewasa.

4. Setia dan mudah terikat hatinya
Saat anak sudah jatih hati pada sesuatu maka mereka akan mengikatkan diri pada hal tersebut. Contohnya teman kesayangan, guru kesayangan, bantal kesayangan.

Perbedaan kode etik orang dewasa dengan anak-anak:

• Kode etik orang dewasa cenderung ...
Aman
Tenang
Sopan
Damai
Serius

• Kode etik anak-anak cenderung ...
Berisiko
Ribut-ribut
Kegemparan
Konflik
Humor

Anak akan setia pada dunianya dengan kode etiknya.

Cara mengikat hati anak berdasarkan karakteristiknya:

1. Memberikan sesuatu yang dapat menarik perhatiannya
2. Menjadi sahabatnya
3. Peka terhadap pola perilaku dan keadaan sehari-harinya
4. Melakukan permainan yang menerapkan self discipline
5. Menghargai, menghormati, dan mempercayai anak

Pada dasarnya semua orang dilahirkan cerdas. Semua orang datang ke dunia dalam keadaan sudah mengetahui segala sesuatu yang perlu mereka ketahui untuk mewujudkan tujuan kedatangan mereka ke dunia ini. Tapi tidak semua orang datang ke dunia memiliki peran yang sama. Karena itu, ada orang-orang yang kelihatannya lebih cerdas dalam hal tertentu sehingga yang lainnya cerdas dalam hal yang berbeda.

Tidak ada yang namanya "orang biasa-biasa saja". Setiap orang istimewa, setiap orang luar biasa, setiap orang mempunyai bakat dan keterampilan, serta memiliki kemampuan-kemampuan unik.

Jumat, 03 Desember 2021

Resume | Pengaruh Pola Asuh Terhadap Perkembangan Intelektual dan Emosional Anak

Resume kegiatan Parenting Day 
Kamis & Jumat, 2 & 3 Desember 2021
Di RA Al-Akhyar
Oleh Bapak Budi Rahayu (Grahita Indonesia Cimahi)

Bismillahirrahmanirrahim...

Anak merupakan titipan dari Tuhan. Kehadiran anak diharapkan dapat mendatangkan kebahagiaan, yakni ketika anak tumbuh menjadi anak yang baik dan berperilaku sesuai dengan norma. Harapan-harapan itu muncul secara alami sejak anak lahir, kemudian seiring berjalannya waktu, anak tumbuh menjadi individu yang mampu menerima input dari luar dirinya. Pada keadaan inilah mulai muncul permasalahan-permasalahan yang secara tidak langsung melunturkan harapan orang tua. Ketika anak mulai tidak terkendali, kehadiran anak bukan lagi mendatangkan kebahagian malah jutru dianggap malapetaka. Faktor terpenting yang menentukan tumbuh kembang anak, apakah menjadi kebahagiaan atau "malapetaka" tergantung pada pola asuh yang diterapkan orang tua. Pola asuh yang tepat adalah ketika orang tua dapat memberikan apa yang dibutuhkan anak sesuai dengan fase-fase perkembangannya.

Berikut sekilas fase-fase perkembangan anak usia dini:

Usia Playgroup (2-4 tahun)
Pada usia ini anak berada di fase fisik motorik. Karakteristiknya yaitu mulai mengembangkan fungsi panca indera, mengenal benda sekeliling, serta keinginan menyentuh dan mengenal benda hidup.
Pada fase ini menjadi hal yang wajar ketika anak tidak mau diam sebab fisik motoriknya sedang dan perlu berkembang; yang menjadi tidak wajar adalah ketika pada masa ini anak cenderung pasif dan enggan menggerakkan fungsi motoriknya. Pola pendidikannya dikembangkan dengan 100% bermain. Di masa ini orang tua sebaiknya ikut serta bermain dengan anak sehingga terjalin ikatan emosional yang akan menentukan hubungan orang tua dengan anak sampai dewasa.

Usia TK-A (4-5 tahun)
Pada usia ini anak berada di fase sosial tingkat I. Anak mulai mengenal teman bermain dan mengerti tentang lingkungan kelompok. Pada masa ini anak mulai merasa nyaman dengan teman, guru, atau lingkungan di luar lingkup orangtuanya. Jadi wajar jika pada usia ini anak lebih senang bermain "di luar" dengan teman-temannya; yang menjadi tidak wajar adalah ketika anak tidak mau lepas dari ayah dan ibunya. Pola pendidikan pada masa ini juga dikembangkan dengan 100% bermain dan mulai terbentuk dinamika belajar.

Fase TK-B (5-6 tahun)
Pada usia ini anak berada di fase kreatif tingkat I. Karakteristiknya yaitu anak belajar merespon cepat; satu stimulus yang diberikan kepada anak dapat menghasilkan banyak respon dengan tempo cepat. Anak mulai menerapkan kebiasaan baik, seperti menyimpan barang pada tempatnya, membereskan kembali mainannya, atau mengenakan sendiri pakaiannya. Pola pendidikannya dikembangkan dengan 25% belajar dan 75% bermain.
Pada fase ini orang tua dapat menerapkan jam belajar di rumah dengan durasi sesuai fokus anak antara 5-10 menit. Penerapan jam belajar ini ada syaratnya, yaitu membuat anak bahagia dan senang saat belajar, serta yang terpenting tidak ada unsur paksaan. Pemaksaan belajar pada anak usia ini dapat  menyebabkan trauma belajar. Minta persetujuan anak tentang kesediaannya untuk belajar, serta mulai dengan pembelajaran apa yang disukai dan diinginkan anak. Membangun pondasi "senang belajar" ini terjadi sejak anak usia TK-B sampai kelas tiga SD.

Permasalahan pokok yang seringkali muncul pada anak, diantaranya:

1. Out of Law (Kecenderungan Melanggar aturan)
Pada dasarnya sudut pandang anak tidak sama dengan sudut pandang orang tua. Sehingga apa yang menurut orang tua baik, akan dianggap sebagai hal tidak menyenangkan oleh anak, begitupun sebaliknya.
Pada permasalahan ini, yang seringkali dikeluhkan oleh orang tua antara lain "anak susah ..." contohnya ketika Mama meminta anaknya untuk mandi, tidak jarang anak menolak dengan keras tapi saat hujan anak malah ingin main air.

2. Bad Habit (Kebiasaan Buruk)
Sejalan dengan karakteristik anak yang selalu ingin mengeksplorasi banyak hal, maka semakin anak dilarang, semakin pula anak tertantang ingin melakukannya, terutama pada perilaku yang seringkali dianggap tidak baik oleh orang tua. Jika perilaku seperti ini terus berulang maka akan menjadi kebiasaan. Namun pada umumnya, seiring bertambah usia kebiasaan buruk ini akan berkurang.
Pada permasalahan ini, yang seringkali dikeluhkan oleh orang tua antara lain, "anak suka ..." contohnya "anak suka mengganggu teman atau anak suka main game"

3. Mal Adjustment (Penyimpangan Perilaku)
Penyimpangan perilaku pada anak bukan hanya tentang penyimpangan tertentu seperti memakan benda-benda yang tidak lazim, tetapi juga terkait fase perkembangan anak. Contohnya pada masa seharusnya anak aktif bergerak tetapi yang terjadi malah sebaliknya, anak cenderung pasif dan menarik diri maka ada penyimpangan perilaku di sini. Atau ketika anak bertengkar dengan temannya, ini merupakan hal wajar karena karakteristik anak yang memang memiliki ego tinggi. Umumnya pertengkaran antara anak-anak hanya terjadi seketika saja, beberapa menit kemudian anak akan berbaikan dengan sendirinya. Justru yang tidak wajar adalah ketika anak bertengkar, orangtuanya ikut bertengkar bahkan sampai berlarut-larut 🤭

4. Pause Playing Delay (Masa Bermain Tertunda)
Usia dini (2-6 tahun) adalah masanya anak-anak bermain dengan bahagia. Apabila pada usia ini kebahagiaan dan hak bermain anak direnggut, maka akan timbul permasalahan di kemudian hari.
Penyebab pause playing delay antara lain:
1) Masuk SD sebelum cukup usia. Terdapat peraturan yang menetapkan syarat masuk SD harus berusia tujuh tahun. Hal ini dikarenakan pola pembelajaran pada tingkat SD tidak sesuai dengan fase perkembangan anak usia di bawah tujuh tahun;
2) Tuntutan belajar saat usia dini. Terdapat stereotip di kalangan orang tua bahwa sekolah TK ditujukan untuk mengajarkan anak baca-tulis-hitung dan setelah lulus TK anak harus bisa. Banyak orang tua yang khawatir bahkan panik ketika anaknya di TK belum bisa membaca, sehingga menuntut anak untuk lebih banyak "belajar" sampai mengorbankan waktu bermainnya. Tuntutan semacam inilah yang bisa menjadi bumerang. Karena merasa masa-masa bermainnya sudah terenggut dulu, maka anak akan melampiaskannya, biasanya terjadi saat anak duduk di kelas tiga atau empat SD. 
Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka pendidikan anak usia dini (TK) diselenggarakan demi memenuhi kebutuhan anak sesuai fase perkembangannya, serta hanya pada tingkat inilah anak berpeluang untuk menghabiskan masa bermainnya.

⚫ Permasalahan diri sebagai orang tua terkait pengasuhan anak, diantaranya:

1. Minimnya Pengetahuan
Memiliki anak merupakan harapan dan konsekuensi dari pasangan yang menikah. Namun menjadi orang tua bukanlah perkara yang mudah. Kurangnya pengetahuan dan kesiapan seringkali membuat orang tua menjadi kurang sabar dalam menghadapi anak. Tidak sedikit orang tua yang melabeli anaknya "nakal" padahal anak sedang dalam fase perkembangannya. Atau menganggap tidak ada masalah pada anaknya sebab anaknya tampak "terlalu baik" padahal terdapat penyimpangan perilaku pada fase perkembangannya. Pada kenyataannya menjadi orang tua tidak berarti menjadikan kita tahu segalanya, sebab kita juga masih perlu belajar banyak tentang pengasuhan anak yang baik seiring dengan zaman yang bekembang, teknologi berkembang, informasi berkembang, serta pola pengasuhan yang juga berkembang.

2. Manipulatif
Beberapa orang tua tidak mau repot mengatasi tingkah laku anak yang terkadang sulit dikendalikan sehingga lebih memilih cara instan dengan memberikan manipulasi-manipulasi dalam pengasuhan. Contohnya ketika anak rewel atau tidak mau diam, orang tua menjadi "pusing" kemudian memberikan gawai pada anak dan pada akhirnya anak  menjadi ketergantungan bermain gawai.
Atau orang tua enggan membereskan dan greget ketika anaknya makan sendiri sampai berantakan sehingga memilih untuk menyuapi. Pada akhirnya selain anak jadi ketergantungan (tidak mau makan jika tidak disuapi), fungsi motoriknya juga menjadi tidak berkembang.
Dengan dalih "demi kebaikan anak" justru yang terjadi adalah demi kenyamanan dirinya sendiri, artinya menjadi orang tua yang egois. Terlalu sering memanipulasi anak akan menyebabkan hambatan pada perkembangan anak. Pada dasarnya anak terlahir mandiri.
Contoh lainnya, saat mencoret-coret tembok, anak sedang mengembangkan fungsi motoriknya. Namun hal ini seringkali membuat kesal karena dianggap mengotori, akhirnya orang tua memanipulasi anak dengan memberikan kertas, gawai lagi, atau bahkan melarang "mencoret-coret". Imbasnya, tidak heran jika anak kesulitan belajar menulis atau bahkan tidak bisa memegang pensil dengan baik sebab motorik anak tidak terlatih karena "dilarang". 

3. Kekerasan
Masalah ini berkaitan dengan minimnya pengetahuan. Kurangnya pengetahuan menjadikan diri kurang sabar, sehingga emosi mudah tersulut. Emosi negatif yang tidak terkendali tidak jarang diluapkan dalam bentuk kekerasan. Kekerasan pada anak tidak hanya sebatas kekerasan fisik seperti mencubit, memukul, atau perilaku kasar lainnya, tetapi juga ada dalam bentuk verbal dan psikis lewat ucapan dan penelantaran. Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa bentakan orang tua dapat mengakibatkan banyak sel otak anak terputus. Terlalu sering membentak, mengucapkan kata-kata yang buruk, atau memberi label negatif pada anak akan sangat mempengaruhi perkembangan psikis dan emosi anak.

4. Kurang Bisa Menyampaikan Pesan Sayang
Kesalahan komunikasi dari orang tua akan menyebabkan kebingungan bagi anak. Pesan sayang yang tidak disampaikan dengan baik tidak bisa ditangkap dengan baik juga oleh anak, bisa jadi yang ada malah kesan negatifnya saja. Contohnya ketika anak pulang terlambat, orang tua yang terlalu khawatir cenderung mengungkapkan pesan sayangnya dengan omelan, maka yang kemudian bisa ditangkap oleh anak hanya kesan tentang orang tuanya cerewet. Contoh lainnya ketika anak jatuh, beberapa orang tua secara spontan akan berteriak, "Aduh! Mama bilang juga jangan lari-lari!" Di sini Si Mama bermaksud menyampaikan pesan sayangnya, tetapi karena penyampaiannya kurang tepat, kesan yang bisa ditangkap oleh anak adalah "Mama Galak".

Permasalahan-permasalahan yang terjadi antara anak dan orang tua inilah yang menyebabkan miskomunikasi. Miskomunikasi yang terjadi menimbulkan kebingungan dalam pola asuh. Kebingungan ini yang mendasari orang tua melakukan manipulasi, dan manipulasi yang dilakukan orang tua menyebabkan penderitaan bagi anak. Penderitaan ini mendorong anak untuk mencari kompensasi yang mempengaruhi tingkah laku yang nampak (outter) seperti empat masalah pokok anak seperti di atas, juga kompensasi yang mempengaruhi perkembangan dalam diri anak (inner) yang meliputi intelektual, motivasi dan emosi diri.

Sedemikian berpengaruhnya pola asuh orang tua tehadap tumbuh kembang anak. Sebab pola asuh yang diterapkan pada anak sejak usia dini akan terbawa sampai anak dewasa. Bahkan sampai ketika anak mempunyai keturunan, ia akan memiliki kecenderungan menerapkan pola asuh yang sama. Tidak mudah memang menjadi orang tua, untuk itu perlu bijak dalam menerapkan pola asuh, dimulai dari mencari tahu tentang kebutuhan anak pada setiap fase perkembangannya, memberikan pembelajaran kepada anak sesuai porsinya, sabar menerima kondisi anak dengan segala tingkah lakunya, dan rendah hati untuk mau terus belajar pengetahuan baru terkait pengasuhan anak.

Semoga kita semua selalu diberi petunjuk dan kemudahan dalam mendidik dan mengasuh anak yang telah dititipkan oleh Tuhan Yang Mahaesa. Serta semoga anak-anak kita diberkahi sebagai anak yang saleh dan qurrota a'yun.
Aamiin yaa rabbal'alamin...

Wallahul muwaffiq ila aqwamit-thariq.
 

Cimahi, 3 Desember 2021
Fitria Wulandari

Baca juga tulisan serupa

Rabu, 14 Juli 2021

Yang Menghilang Tak Lagi Pulang

Tamu menyapa tanpa disebut
Tak satupun mau menyambut
Bertandang tanpa diundang
Tanpa tanda tak bisa dihadang

Tak kuasa akui fakta
Ketika yang nyata menjelma fana
Waktu terhenti menyisakan duka
Dan dunia ternyata bukan apa-apa

Seketika tawa seakan direnggut
Kenangan melintas serupa kabut
Lalu nama-nama berkumandang
Dan yang menghilang tak lagi pulang

Kepergian memaksa direlakan
Sisakan sesal yang tak lenyap oleh ratapan
Hingga segala kepedihan dan rindu 
Hanya diredam dalam doa yang kelu.

"Allahummaghfirlahum, warhamhum"

Kamis, 17 Juni 2021

Tentang Penilaian Orang Lain, Itu Bukan Tanggungjawabmu

Kubilang pada diriku:
"Dirimu dididik bertahun-tahun oleh orang tuamu, dibentuk oleh lingkungan sekitarmu, dan menjadi teguh oleh prinsipmu.
Dirimu tidak ditanam berdasarkan pandangan orang lain, dan tidak dipupuk oleh kecurigaan orang lain, jadi tidak perlu acuh jika disiram oleh penilaian orang lain.
Pada dasarnya manusia hanya bisa melihat apa yang ingin mereka lihat. Barangkali orang lain menilaimu sekadar berdasarkan beberapa persen yang mereka lihat dari dirimu, atau malah hanya timbul dari sebuah kecurigaan.
Kamu lebih tahu tentang bagaimana kerja keras, rasa sakit, keringat, dan air mata yang membentukmu hingga saat ini.
Sehingga kamu hanya perlu bertanggung jawab atas dirimu, dan agamamu. Sementara tentang bagaimana penilaian orang terhadapmu, itu bukan tanggungjawabmu, sebab bukan kapasitasmu mengatur hati orang lain.
Kamu mungkin tidak pandai menghafal dalil-dalil moral atau agama, tapi setidaknya kamu pernah mempelajarinya, sehingga secara tidak langsung itu yang membuatmu punya prinsip.
Selama kamu hidup dengan memegang prinsipmu, kamu hanya perlu menjalani hidup dengan niat baik, mengenyahkan segala prasangka, kebencian, serta kedengkian, kamu tidak pantas menyerah hanya karena penilaian orang lain.
Kamu tidak perlu sibuk menggiring opini, membangun imej, apalagi sampai bermuka dua untuk menarik simpati orang lain, sebab manusia hanya bisa melihat apa yang ingin mereka lihat. Dan sejatinya, kamu tidak membutuhkan pembelaan dari manusia lain. Sebab pada waktunya nanti, tanganmu, kakimu, matamu, dan telingamu yang akan bersaksi; pada waktu ketika hanya tuhanmu yang berhak menghakimi.
Kamu hanya perlu bersikap baik demi dirimu dan karena tuhanmu. Bukan demi terlihat baik oleh orang lain. Sebab, seberapa pun indahnya bunga yang kamu tunjukkan, orang yang dalam benaknya terselip setitik pikiran negatif hanya akan melihat duri pada tangkainya.
Kamu yang paling mengetahui dirimu, jadi hiduplah dengan baik sebagai dirimu. Dan soal penilaian orang tentang dirimu, jadikan pembelajaran. Sebab kamu sangat tidak pantas menyerah hanya karena hal itu.
Ingat kata Gus Dur, 'Orang yang masih terganggu dengan hinaan dan pujian orang lain, dia masih hamba amatiran.'
So... Just love yourself 🤟"

Jumat, 15 Januari 2021

Dilematik Sekolah Daring

Sudah sebelas bulan terhitung sejak Februari 2020, namun masa pandemi di Indonesia nampaknya belum akan mereda dalam waktu dekat. Peraturan demi peraturan baru kembali dicanangkan dengan harapan dapat menekan angka penularan virus yang belum kunjung ditemukan penawarnya. Sama halnya dengan pembatasan sosial di lingkungan industri dan perkantoran yang mengurangi jam kerja secara langsung, kegiatan belajar mengajar di sekolah juga mengalami dampak yang mewajibkan setiap sekolah terpaksa "ditutup".

Sistem pembelajaran sekolah secara daring kemudian dipilih sebagai solusi alternatif, supaya proses belajar mengajar tetap dapat dilaksanakan di tengah upaya pencegahan penyebaran virus. Namun di sisi lain, model pembelajaran yang dilakukan tanpa tatap muka tersebut menimbulkan problematika tersendiri, terlebih pada tingkat pendidikan dasar dan kanak-kanak. Selain kendala teknis yang berkaitan dengan media komunikasi, efektifitas sekolah daring juga kiranya terkendala oleh faktor-faktor non-teknis sebab pada usia dasar tersebut, anak-anak cenderung membutuhkan didikan yang dilakukan dengan lebih intensif.

Sistem pembelajaran yang tidak diselenggarakan di sekolah menjadikan rumah sebagai pusat kegiatan siswa. Tanggung jawab akan terpenuhi atau tidaknya kebutuhan ilmu yang diperoleh peserta didik juga ikut ditanggungkan kepada orang rumah. Memang pada dasarnya pendidikan anak adalah tanggung jawab orang tua dan guru, namun pembelajaran daring ini membuat orang tua lebih intens dalam mengontrol proses belajar anaknya dengan "ikut bersekolah".

Mengembalikan Fitrah Al-Ummu Madrasatul-Ula

Sudah menjadi pandangan umum bahwa pendidikan yang pertama dan utama berasal dari lingkungan terdekat yakni keluarga. Terlebih masyarakat sudah tidak asing lagi dengan istilah ibu sebagai pusat pembelajaran pertama bagi anak. Dampak positif dari sekolah daring salah satunya adalah "mengembalikan" fitrah tersebut kepada para ibu atau orang tua di rumah agar lebih maksimal dalam mendidik anak-anaknya. Dalam tugas rumah tambahan ini juga terdapat hal positif dimana orang tua dapat memantau secara langsung sampai mana kemampuan anaknya dalam menerima pembelajaran, serta lebih membangun kedekatan dan mempererat ikatan orang tua dengan anak.

Di sisi lain, dalam konsep ini kiranya perlu juga mempertimbangkan kondisi emosional dan psikologis orang rumah terutama ibu. Double burden yang seringkali dilimpahkan kepada para ibu membuatnya harus memiliki kemampuan multitasking. Hal tersebut terkadang menjadi tekanan lebih bagi seorang ibu, sehingga tidak jarang akibat kurangnya kemampuan mengendalikan emosi saat mendampingi anaknya sekolah daring, malah menjadi bumerang terhadap hubungan ibu-anak. Imbasnya antara lain timbul kesalahan komunikasi yang disebabkan faktor emosional, bahkan tidak jarang dijumpai kasus kekerasan dalam mendidik anak. Keadaan itu bisa terjadi salah satunya dikarenakan kurang terperhatikannya kondisi psikis ibu. Untuk itu, guna meminimalisir resiko tersebut, di samping para ibu sendiri perlu melatih diri dalam mengendalikan emosi, dibutuhkan juga dukungan dari berbagai pihak dalam "meringankan beban" ibu, sehingga fitrah al-ummu madrasatul-ula dapat diinternalisasikan dalam lingkungan keluarga.

Terlepas dari segala kekurangan atau kelebihannya, kita tidak bisa menghakimi cara seorang ibu dalam mendidik anak-anaknya.

Dilema Orang Tua Pencari Nafkah

Salah satu konsekuensi pembelajaran yang dilakukan secara daring yakni "memaksa" orang tua untuk mau-tidak mau harus "ikut sekolah". Partisipasi orang tua ataupun orang rumah sangat dibutuhkan dalam terselenggaranya sekolah daring. Hal ini mengharuskan orang tua untuk meluangkan waktu khusus supaya anaknya tetap bisa mengikuti pembelajaran sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh pihak sekolah.

Selain disibukkan oleh pekerjaan domestik, mengurus lebih dari satu anak yang juga bersekolah daring, serta urusan rumah tangga lainnya yang harus diselesaikan, terdapat kendala tersendiri bagi anak-anak yang orang tuanya merupakan pencari nafkah. Jam kerja yang berbarengan dengan jam sekolah anak membuat salah satunya harus mengalah atau malah mengorbankan waktu masing-masing. Beberapa anak yang orang tuanya bekerja harus menunda pembelajaran, terlebih dalam hal penyetoran tugas karena menunggu berakhirnya jam kerja. Di sisi lain, sesampainya di rumah, orang tua yang sudah lelah bekerja harus "buru-buru" membimbing anaknya dalam menyelesaikan tugas sekolah sebab deadline yang telah terlewat.

Tentunya kita tidak bisa menjadikan permasalahan semacam ini sebagai alasan untuk menjustifikasi orang tua terutama ibu yang bekerja. Sebab selain untuk membantu memenuhi kebutuhan finansial rumah tangga, di samping perannya sebagai seorang ibu, perempuan juga manusia yang memiliki kebutuhan aktualisasi diri dimana mereka butuh untuk mengembangkan bakat dan karirnya. Terlepas dari beban gandanya itu, tentunya para orang tua pencari nafkah akan tetap berusaha sebaik mungkin untuk bertanggung jawab terhadap urusan domestik, profesional dalam bekerja, dan terutama kepenuh-hatian mendidik anaknya. Oleh karena itu, diperlukan saling pengertian antara anak dan orang tua, serta masyarakat termasuk guru sekolah.

Dilema Guru: Tanggung Jawab Nurani untuk Menyampaikan Ilmu dan Kewajiban Terkait Kedinasan

Proses belajar mengajar yang dilakukan secara daring tidak hanya menimbulkan polemik di dalam sistem peraturannya atau permasalahan teknis lainnya, tetapi juga memunculkan dilema bagi subjek dan objek pembelajarnya. Pada sekolah daring, orang rumah sebagai pembimbing langsung, serta guru sebagai subjek pendidik yang memberikan materi memiliki permasalahan masing-masing. Kewajiban guru adalah memberikan ilmu dan pengetahuan baru kepada murid-muridnya. Dalam hal ini, guru memiliki tanggung jawab tentang bagaimana anak didiknya mampu berkembang dan menyerap pembelajaran dengan baik sehingga dapat mengimplementasikan kemampuannya sampai dewasa nanti.

Di sisi lain, tuntutan dinas untuk memenuhi standar kompetensi dalam kurikulum yang diterapkan, menjadi PR tersendiri bagi para guru yang seringkali terbentur serangkaian kendala ketika pembelajaran dilakukan secara daring. Di samping kendala yang berhubungan dengan penggunaan teknologi komunikasi modern, kewajiban untuk memenuhi standar kompetensi, serta perkara-perkara teknis terkait kedinasan lainnya, tidak jarang membuat beberapa guru mengajar sebatas untuk memenuhi tugas menyampaikan materi bahan ajar, sebab kurang memadainya situasi dan kondisi serta kapasitas untuk memantau paham-tidaknya siswa terhadap materi yang telah disampaikan, misalnya dikarenakan waktu pembelajaran yang singkat.

Namun hal tersebut tidak bisa dijadikan generalisasi hingga memunculkan justifikasi bahwa guru hanya mengajar sebagai formalitas. Ditengah kondisi sekolah daring yang tidak memadai serta efektifitasnya terkendala, dan terlepas dari segala tuntutan yang ada, pastinya setiap guru akan berusaha mengajar sebaik mungkin dengan harapan anak didiknya mampu berkembang secara maksimal dan tumbuh menjadi orang-orang hebat.

Diantara berbagai permasalahan dan konsekuensinya, proses belajar mengajar dari rumah masing-masing dilakukan agar para siswa tetap dapat memenuhi kebutuhan pendidikan dan haknya untuk mendapatkan ilmu yang layak, ditengah keadaan yang mengharuskan orang-orang saling menjaga jarak aman. Barangkali ada berbagai alternatif lain yang akan mampu menunjang stabilitas dunia pendidikan di tengah pandemi, namun kiranya penyelenggaraan sekolah daring dipilih atas dasar kebaikan dan diharapkan mampu mendatangkan kebaikan pula. Tentunya kebaikan tersebut tidak akan diperoleh secara maksimal tanpa keterlibatan berbagai pihak yang berusaha dengan maksimal pula.

Semoga pandemi ini segera berakhir, berbagai kesuraman segera sirna, dan dunia bisa kembali baik-baik saja. Segala kebaikan dan kebenaran datangnya dari Tuhan yang Maha Esa...

Wallahul muwaffiq ila aqwamit-thariq 

Cimahi, 13 Januari 2021

Kamis, 14 Januari 2021

Balada Tahun Tak Terkata

Dua ribu dua puluh menjadi tahun tak terkata. Tidak banyak hal baru yang diraih, malah kami dipaksa untuk melepas. Impian-impian yang diharapkan, resolusi di awal tahun, serta rencana rencana yang sudah dirancang, menjadi perkara yang harus ditunda atau malah terpaksa dikubur dalam-dalam.

Dua ribu dua puluh adalah tahun tak terkata. Dibuka dengan derasnya hujan yang menyebabkan genangan banjir membludak dimana-mana, disusul oleh wabah penyakit jenis baru yang membutuhkan waktu lama untuk reda. Banyak hal yang harus direlakan membuat kami dipaksa untuk belajar tentang melepas kehilangan.

Dua ribu dua puluh merupakan tahun tak terkata. Beberapa pekerja terpaksa kehilangan mata pencaharian, kebutuhan sosial masyarakat dibatasi sebab pandemi, ekonomi seakan dikebiri, hingga manusia dihadapkan dengan puncak kehilangan berupa kematian.

Dua ribu dua puluh itu tahun tak terkata. Banyak duka, luka, dan kecewa, hingga hari-hari seakan berlalu begitu saja, juga maut yang seolah dipercepat. Ini tahun tak terkata, yang dibuka dengan sambutan paling haru, kemudian ditutup oleh kisah yang pilu.

Namun di balik segala suram, seperti ungkapan Gus Candra Malik, "Betapa pun fana, dunialah kini rumah kita". Di tahun tak terkata ini, ada begitu banyak hikmah yang bisa dipetik.

Cimahi, 16 Desember  2020

Rabu, 16 Januari 2019

Tentang Perbuatan Baik yang Tidak Lagi Baik

Kubilang pada diriku, "Tidak perlu sibuk menampilkan bahwa kamu orang baik. Kamu hanya perlu berusaha memperbaiki agar menjadi pantas untuk dikatakan baik. Apa gunanya mengumbar kebaikan jika hanya untuk sekadar menagih simpati dan mengejar eksistensi? Lagi pula, siapa yang coba kamu tarik perhatiannya dengan cara memamerkan kebaikan yang kamu lakukan? Manusia; orang-orang. Tanpa kamu mengumbar kebaikanmu sekalipun, jika kamu berbuat baik, orang-orang akan mengingat kebaikanmu. Bukankah tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan pula?


Tidak perlu sibuk berteriak pada dunia bahwa kamu orang baik. Pada siapa kamu berteriak bahwa kamu orang baik? Apakah pada manusia yang sama-sama pernah berbuat kesalahan? Lantas apa tujuannya? Bisa saja kamu hanya mencari pengakuan, atau malah untuk menunjukkan bahwa orang-orang tidak lebih baik dari kamu. Jika seperti itu, karena siapa kamu berbuat baik? Toh, tanpa kamu berteriak sekalipun, Tuhan Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Bisa saja dengan meneriakkannya, kebaikan tersebut malah berakhir menjadi tidak berarti apa-apa.


Tidak perlu sibuk menyeru orang-orang untuk melihat bahwa kamu orang baik. Kamu hanya diperintahkan untuk menyeru kepada kebaikan. Apa kau pikir Tuhanmu ridha pada dakwah yang melahirkan ujub dan riya dari tingkahmu yang sering pamer? Menyerukan kebaikan yang baik adalah melalui perbuatan, maka berbuat baiklah tanpa perlu menghitung-hitung kebaikan yang telah kamu perbuat. Toh, malaikat selalu siaga mencatat apapun yang kamu lakukan.


Tidak perlu sibuk menampakkan bahwa kamu orang baik. Apa kamu kamu berpikir bahwa kamu benar-benar orang baik hanya karena telah melakukan beberapa kebaikan kemudian dengan percaya diri kamu memamerkannya? Orang-orang mungkin akan memandang kamu orang baik, tapi bisa saja itu karena Tuhan menutupi keburukan yang coba kamu sembunyikan.


Jadi, berbuat baiklah tanpa perlu merasa jadi yang paling baik. Berbuat baik tanpa perlu mengumumkan perbuatanmu, apalagi menagih simpati orang-orang dari hal itu. Aku mungkin tidak lebih baik darimu, dan kamu bisa jadi tidak lebih baik dariku. Toh, hanya Tuhan yang mengetahui seberapa baiknya niat menuju ikhlas."

Selasa, 01 Januari 2019

Tentang Kekecewaan dan Penyesalan


Kubilang pada diriku, "Tidak semua usaha membuahkan hasil yang diinginkan. Tidak semua keinginan bisa berjalan sesuai harapan. Tidak semua harapan akan terkabul membawa kebahagiaan. Kemudian ketika hal tersebut terjadi, kamu akan merasa kecewa. Kekecewaan akan terus ada jika dirimu hanya terobsesi pada kesempurnaan. Lalu kesempurnaan seperti apa yang kamu mau?
Kamu perlu berusaha untuk meraih apa yang kamu inginkan, dan mempunyai harapan supaya tidak putus asa di tengah jalan. Tapi ketika semua hal tidak berjalan sesuai rencana, atau hasil yang kamu peroleh tidak memuaskan, mungkin segitulah yang pantas kamu dapatkan. Kamu tidak bisa menuntut kesempurnaan atau bahkan itung-itungan dengan Tuhan. Sebab beberapa keadaan tidak bisa dipaksakan, dan ketika Tuhan telah menentukan, tentunya Ia tahu apa yang kamu butuhkan.
Ketika jalan yang kamu tempuh tidak membawamu pada tujuan, kamu mulai merasakan penyesalan. Banyak orang bilang, lebih baik menyesal karena telah melakukan sesuatu daripada menyesal karena tidak melakukan sesuatu. Tapi nyatanya, tidak ada hal baik atau yang lebih baik ketika kamu tengah berada dalam penyesalan. Kamu akan mulai menyalahkan. Menyalahkan orang-orang, menyalahkan keadaan, menyalahkan dirimu sendiri. Itu bisa jadi hal yang wajar, namun tidak akan membawamu pada penyelesaian.
Kemudian apa yang akan kamu lakukan? Mungkin kamu perlu menangisi penyesalan, dan menerima ketidaksempurnaan. Toh, setidaknya yang kamu lakukan sudah cukup baik, karena kamu telah berusaha. Kemudian melanjutkan perjalanan, dan menyerahkan semuanya pada Tuhan. Ia Mahatahu tentang apa-apa yang baik bagimu."

Minggu, 09 Desember 2018

Sepotong Kenangan dari Girimulya

Assalamu'alaikum...

Hai, teman-teman KKN Desa Girimulya... Gimana kabarnya, nih? Nggak kerasa, yah, udah tiga bulan aja pasca berakhirnya masa KKN. Ada yang kangen nggak, nih, sama admin? *pede banget, ya* Hehe, maksudnya kangen nggak sama masa-masa selama sebulan KKN di tempat orang, Desa Girimulnya? Kalo admin, sih... kangen nggak, ya???

Sabtu, 08 Desember 2018

Sepenggal Kisah KKN


Mahasiswa...
Sebuah predikat yang sering dielu-elukan masyarakat pada umumnya.
Sebuah predikat dengan berbagai tanggung jawab untuk diemban.
Sebuah predikat yang kadang membuat kami berbangga diri.
Sebuah predikat yang bisa membuat kami tinggi hati.
Tapi di luar kampus, mungkin kami bukan apa-apa.
Banyak hal tak terduga yang mungkin tidak terbayangkan sebelumnya.
Kami dipertemukan sebagai keluarga, misalnya.
Dari berbagai asal-muasal yang berbeda.
Berbagai jurusan yang berbeda.
Berbagai karakter yang berbeda.
Berbagai pola pikir yang berbeda.
Dan di sebuah desa bernama Girimulya, kami dipersatukan untuk bekerja sama.
Tentang bagaimana mengamalkan ilmu yang diperoleh.
Bagaimana cara membimbing sesama.
Bagaimana menyatukan pendapat yang berbeda.
Bagaimana hidup bersama warga Girimulya.
Banyak permasalahan yang kami hadapi.
Mulai dari kurangnya komunikasi,
hingga terlalu mengedepankan ego pribadi.
Tapi di sini kami belajar mencari solusi.
Di sini kami belajar saling memahami.
Di sini kami belajar saling mengerti.
Di sini juga kami belajar pentingnya rendah hati.

Agustus, 2018

The Gift of A Friend

Aku memiliki seorang teman. Dia gadis yang baik dan cukup ramah. Meskipun kami baru berteman selama beberapa tahun, tapi aku merasa senang berteman dengannya.

Aku tidak terlalu mengerti apa jenis pertemanan kami. Sebelumnya aku tidak pernah memiliki teman semacam dia, jadi seringkali aku tidak tahu harus bersikap bagaimana kepadanya.

Sebenarnya, dia gadis yang periang. Ya, meskipun terkadang dia memiliki sedikit rasa rendah diri, tapi dia sering menyemangatiku. Aku tidak tahu kenapa dia suka menyemangatiku sementara dia sendiri membutuhkan lebih banyak sikap optimis. Ah, aku benar-benar tidak mengerti jalan pikirannya. Bahkan eberapa orang menganggapnya gadis yang sedikit aneh, dan terkadang aku juga berpikiran seperti itu.

Banyak Luka yang Dipendam

Banyak orang terlihat baik-baik saja, tapi sebagian daripadanya hanya berusaha menyembunyikan kesakitannya. Mereka memendam luka pada titik terdalam hingga tanpa sadar itu sama saja seperti memupuknya dengan garam. Sekalipun sadar, mereka akan tetap diam sebab tidak tahu cara mengungkapnya. Atau mereka mungkin berpikir tidak ada gunanya jika luka-luka itu diumbar sebab sebagian besar orang tidak ingin tahu dan tidak perlu tahu kisah di balik kesakitan mereka.
 
Banyak orang terlihat kuat dan tegar, tapi sebagian daripadanya hanya berusaha mengatasi kesakitannya sendiri. Mereka mengubur luka dalam-dalam dengan harapan luka itu akan luruh dengan sendirinya. Mereka tidak mengadukan kesakitannya kepada banyak orang sebab mereka pikir tidak semua orang bisa memaklumi lukanya. Tapi ketika mereka mulai menceritakan kesakitannya, mungkin saja itu adalah titik jenuhnya. Tidak seperti pengeluh yang sekadar mencari perhatian. Lebih dari itu, mereka mungkin membutuhkan pertolongan.

Artikel | Benarkah Perilaku Konsumtif Mendatangkan Kebahagiaan?

Perilaku konsumtif nampaknya tidak bisa lagi dipisahkan dari masyarakat modern. Keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan ini belakangan sudah menjadi gaya hidup khususnya bagi masyarakat perkotaan. Untuk mencapai kepuasan yang maksimal, kita seringkali tidak bisa membedakan mana yang merupakan kebutuhan dan mana yang hanya keinginginan semata.